Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut, tiga mekanisme pahak tanah idle yang masuk dalam usulan kebijakan ketimpangan pajak di Indonesia, bisa diterapkan ketiga-tiganya dalam jangka waktu tertentu.
Tiga mekanisme tersebut yang pertama adalah pajak progresif, yang berarti semakin luas kepemilikan tanah suatu badan atau pribadi maka pajak yang akan dikenakan akan semakin tinggi.
Kedua, capital gain tax. Ini berarti pajak transaksi tanah akan digantikan capital gain tax di mana pajak akan dikenakan pada nilai tambah dari harga suatu tanah.
Ketiga, unutilized asset tax, yaitu pengenaan pajak pada perusahaan atau pribadi yang memiliki tanah secara luas tanpa memiliki perencanaan yang jelas maka akan dikenakan pajak land bank.
“Awalnya pajak progresf dulu tetapi masih terus, ada batas waktunya kita sebutkan (nanti). Artinya bisa kumulatif setelah waktu tertentu,” kata Darmin di Kemenko Perekonomian, Kamis (2/2).
Hal ini berarti, tiga kebijakan itu bisa berlaku bersamaan secara kumulatif. Misalnya seseorang memiliki tanah yang luas dan dianggurkan lalu dijual. Namun demikian hingga saat ini definisi tanah yang idle masih belum bisa didapatkan olehnya. “Hari senin saya mulai rapat dengan menteri yang lain,” katanya
Di sisi lain, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) masih ingin melihat instrumen yang saat ini sudah ada untuk memajaki tanah menganggur.
Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya ingin memulai dengan melihat instrumen yang sudah ada dan prosesnya tidak singkat
“Pajak atas tanah itu apa aja, nanti kita cocokkan lagi dengan teman-teman Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang nanti kasih tahu objective-nya apa yang mau dicapai. Kemudian apakah dari sistim pajak yang ada bisa dipakai,” katanya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Kamis (2/2).
Suahasil mengatakan, selama ini Indonesia sudah punya PPh, PBB, dan BPHTB, “Kan ada pajak pemerintah pusat dan daerah, nah pajaknya pemda itu sampai tarifnya pemda yang tentukan. Kami sudah ada pemetaannya,” ucapnya.
Namun demikian, Suahasil mengatakan bahwa PPh final yang sudah ada saat ini juga pada dasarnya motivasinya adalah untuk memajaki selisih seperti capital gain tax.
“PPh filosofinya kan pajak penghasilan, orang yang jual tanah dianggap dapat tambahan penghasilan makanya nilai transaksi jadi basisnya, dikenakan PPh levelnya 2,5%. Itu kan semacam capital gain tax tapi tidak exactly capital gain tax,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News