kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kalau Covid-19 jadi endemi masihkah perlu prokes dan testing?


Minggu, 22 Agustus 2021 / 20:32 WIB
Kalau Covid-19 jadi endemi masihkah perlu prokes dan testing?
ILUSTRASI. JAKARTA,19/8-AREA WAJIB PROKES. Warga menunggu di sebuah ruang perkantoran di Jakarta, Kamis (19/8/2021). Kalau Covid-19 jadi endemi masikah perlu prokes dan testing?


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, jika pandemi Covid-19 nantinya berubah menjadi endemi kewaspadaan tetap perlu dilakukan.

Memperkuat surveilans baik terhadap peningkatan kasus ataupun perilaku protokol kesehatan (prokes) tetap harus dilakukan.

"Tetap tentunya [prokes], harus ada kewaspadaan perlu semakin diperkuat surveilennya, baik surveilans untuk memonitor potensi peningkatan kasus maupun surveilens perilaku prokesnya," kata Nadia kepada Kontan.co.id, Minggu (22/8).

Nadia menjelaskan, kondisi endemi dapat disamakan seperti situasi demam berdarah, dimana masih perlu ada pengawasan terus menerus yang menjadi kewaspadaan. Demikian juga dengan Covid-19, terlebih Nadia menyebut hampir 60% hingga 80% yang terpapar adalah tidak bergejala.

Baca Juga: Pantau uji coba protokol kesehatan di industri, Menperin sidak dua perusahaan

"Sehingga penerapan prokes seperti saat ini yang sedang diujicobakan di 6 sektor seperti pusat perbelanjaan merupakan salah satu upaya dari untuk mengendalikan dan mencegah terjadi potensi KLB/Wabah," imbuhnya.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mengatakan, meski nantinya pandemi berubah menjadi endemi masih ada potensi terjadi ledakan kasus sewaktu-waktu. Namun bisa dilakukan upaya antisipasi jika sistem surveilans kesehatannya berjalan dengan baik.

"[Jangan lengah ] betul harus tetap waspada sehingga tidak terjadi lonjakan kasus. Sama halnya dengan demam berdarah, malaria dan lainnya. Sehingga fasilitas kesehatan tidak menjadi kolaps," kata Laura.

Adapun kapan pandemi Covid-19 ini berubah menjadi endemi, Laura menyebut tidak bisa diprediksi dengan jelas. Akan tetapi jika semakin cepat dapat mengendalikan penyebaran kasus, maka pandemi tentunya akan lebih cepat menjadi endemi.

Baca Juga: Hidup berdampingan dengan Covid-19 harus perhatikan beberapa hal ini

Sementara itu, Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menuturkan, jalan pandemi Covid-19 menjadi endemi diprediksi masih lama. Paling cepat kemungkinan pandemi dapat berakhir akhir tahun depan. Itupun Dicky masih menegaskan berdasarkan perkiraan, yang artinya juga belum pasti.

Pun ketika pandemi telah berakhir Dicky menjelaskan takkan langsung masuk ke endemi. Dimana pandemi akan berubah menjadi epidemi terlebih dahulu sebelum endemi.

"Ketika itu berakhir nggak langsung jadi endemi tapi dia akan ada tahapan epidemi. Dimana sebagian negara masih mengalami masalah termasuk kemungkinan besar Indonesia. Epidemi itu bisa cepat bisa lambat tergantung strateginya 3T, 5M dan vaksinasi," jelasnya.

Jika pandemi nanti berubah menjadi endemi, Dicky menyebut perlu sosialisasi baik di rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk protokol kesehatan. Sama halnya seperti demam berdarah yang sampai saat terus disosialisasikan pencegahannya.

"Ketika endemi itu terjadinya seperti kita menghadapi demam berdarah. Penyuluhan-penyuluhan itu perlu di rumah sakit dan lainnya. Kalau ada wabah [misal] di satu daerah itulah endemi. Jadi apa yang dilakukan tetap 5M, tetap vaksinasi dan tetap ada testing kalau ada kasus," jelasnya.

Selanjutnya: Survei serologi corona di Jakarta: Setengah warga Jakarta pernah terjangkit korona

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×