kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Kabinet Gemuk, Anggaran Gaji Menteri Bisa Membengkak


Kamis, 17 Oktober 2024 / 14:55 WIB
Kabinet Gemuk, Anggaran Gaji Menteri Bisa Membengkak
ILUSTRASI. Presiden Terpilih Prabowo Subianto (kiri) menyampaikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Prabowo akan kembali melanjutkan memanggil sejumlah tokoh yang akan menjadi calon menteri dan calon wakil menteri/kepala lembaga negara untuk pemerintahan baru ke depan pada Selasa (15/10). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hasil Analisa Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan adanya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp 1,95 triliun selama lima tahun ke depan, akibat koalisi gemuk pada pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Kabinet Prabowo-Gibran dikabarkan akan menggandeng 49 menteri dengan 59 wakil Menteri. Ini lebih banyak dari era Presiden Jokowi yang hanya 34 menteri dengan wakil Menteri sebanyak 17 orang.

Achmad Hanif Imaduddin, Peneliti Celios menyampaikan, pembengkakan anggaran tersebut belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung lembaga baru.

Baca Juga: Hashim Benarkan Maruarar Sirait Jadi Menteri Perumahan Era Prabowo

Celios menghitung pada era kepemimpinan Presiden Jokowi-Ma’aruf Amin, estimasi biaya untuk gaji dan tunjangan menteri dan wakil Menteri, serta anggaran operasionalnya diperkirakan mencapai Rp 387,6 miliar per tahun.

Nah, setelah dihitung dengan koalisi gemuk di era Prabowo-Gibran angkanya bertambah menjadi Rp 777 miliar. Artinya ada estimasi peningkatan sebesar Rp 389,4 miliar per tahun, atau mencapai Rp 1,95 triliun dalam lima tahun.

Hanif juga menyampaikan bahwa kerugian yang dihadapi negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pada pemborosan fiskal tetapi juga memperlebar angka ketimpangan.

“Meskipun gaji menteri relatif kecil dibandingkan jabatan lain, posisi ini dapat membawa  dampak ekonomi yang luas, seperti kenaikan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri yang dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan,” tutur Hanif dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/10).

Baca Juga: Rencana Prabowo: Insentif Pajak Properti & Bangun 3 Juta Rumah, Ini Dampaknya ke BBTN

Hanif menilai fenomena ini dapat menciptakan ketimpangan baru di masyarakat karena pejabat-pejabat tersebut mendapatkan keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya.

Adapun Prabowo sebelumnya berargumen bahwa sebagai negara besar, Indonesia memerlukan banyak menteri untuk mengelola pemerintahan secara efektif. Akan tetapi, Hanif berpendapat argumen tersebut perlu dipertimbangkan dengan melihat komparasi konteks internasional.

Misalnya saja Amerika Serikat (AS), dengan populasi sekitar 346 juta orang, hanya memiliki 15 eksekutif departemen setingkat kementerian. Bahkan China sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia yang mencapai lebih dari 1,4 miliar, hanya memiliki 21 kementerian.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×