kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,60   4,88   0.55%
  • EMAS1.365.000 -0,22%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat Soroti Efektivitas Penyelengaraan Pemerintahan Jika Kabinet Gemuk


Senin, 01 Juli 2024 / 19:25 WIB
Pengamat Soroti Efektivitas Penyelengaraan Pemerintahan Jika Kabinet Gemuk
ILUSTRASI. Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo - Gibran, February 14, 2024. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menuai sorotan. Pengaturan jumlah kementerian yang tidak diatur lagi secara rigid dinilai akan berdampak pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Salah satu poin revisi UU Kementerian Negara adalah pasal 15 terkait jumlah kementerian negara. Nantinya, jumlah kementerian tidak lagi maksimal 34 kementerian. Namun sesuai hak prerogatif presiden.

Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah menilai, pengaturan tersebut berpotensi berdampak pada penambahan jumlah kementerian yang lebih bersifat politis. Padahal tujuan bernegara harusnya menciptakan pelaksanaan anggaran, pelayanan publik, dan birokrasi semakin efektif.

Baca Juga: Menilik Wacana Kabinet Gemuk Kementerian Era Prabowo-Gibran

Dilihat dari sisi birokrasi, penambahan jumlah kementerian dinilai akan semakin menambah alur pelayanan birokrasi yang bisa jadi bertambah ruwet.

Kemudian, dari sisi pelayanan publik. Bertambahnya jumlah kementerian belum tentu membuat pelayanan publik semakin baik. 

Berikutnya, dari sisi anggaran. Penambahan kementerian berarti menambah anggaran. Karena bertambahnya belanja pegawai, belanja operasional, belanja perjalanan dinas, dan lainnya.

Selain itu, bertambahnya jumlah kementerian berpotensi terjadi tumpang tindih kewenangan. Misalnya, jika nanti ada kementerian yang khusus mengurus program makan bergizi gratis, maka akan ada potensi tumpang tindih/ego sektoral dengan kementerian agama dan kementerian pendidikan.

Hal itu karena sekolah keagamaan ada di bawah kementerian agama dan sekolah umum dibawah kementerian pendidikan.

Baca Juga: Soal Rencana Revisi UU Kementerian Negara, Penting untuk Negara atau Teman Politik?

"Jangan sampai kepercayaan publik menurun karena kurang efektifnya penyelenggaraan pemerintahan," ujar Trubus saat dihubungi Kontan, Senin (1/7).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju atas revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang merupakan usul inisiatif DPR.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengatakan, salah satu poin revisi UU Kementerian Negara adalah pasal 15 terkait jumlah kementerian negara.

Azwar mengatakan, jumlah kementerian disesuaikan dengan kebutuhan presiden dan skala prioritas berdasarkan strategi. Harapannya, agar penyelenggaraan pemerintahan tetap efisien dan efektif. 

Baca Juga: Kabinet Gemuk Segera Terwujud

"Terkait inisiatif UU kementerian negara tadi telah dibahas bahwa khusus untuk pasal 15, kita tidak akan membahas secara rigid, kecuali memberikan ruang kepada bapak presiden election yang akan datang untuk terkait dengan jumlah kabinet disesuaikan dengan efisiensi menjalankan pemerintahan," jelas Azwar di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (28/6).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengatakan, penambahan jumlah kementerian pasti akan sangat berdampak terhadap APBN. Terutama akan terjadi pembengkakan belanja pegawai dan belanja operasional lainnya.

Fitra mencatat belanja pegawai dengan 34 kementerian pada tahun 2024 ini saja sudah mencapai Rp 461,1 triliun. Adapun, belanja pegawai seluruh kementerian/lembaga bahkan mencapai Rp 1.090 triliun. 

"Jadi kalau kementerian/lembaga bertambah, otomatis belanja pegawai membengkak, belum untuk operasional kantor, makan minum, perjalanan dinas, dan lain-lain," ujar Misbah kepada Kontan, Minggu (30/6).

Baca Juga: Pengamat: Tambahan Kementerian Bisa Picu Defisit Fiskal

Fitra khawatir penambahan jumlah kementerian akan mempengaruhi belanja untuk pelayanan publik. 

"Jadi, upaya penambahan kementerian/lembaga melalui revisi UU Kementerian negara harus betul-betul dikaji terlebih dahulu, bukan karena faktor akomodasi politik," ucap Misbah.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan, Rancangan UU (RUU) Kementerian Negara masuk dalam kategori kumulatif terbuka, sebagai dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Awiek menjelaskan, salah satu poin yang dibahas dalam RUU Kementerian Negara ini adalah mengenai pasal 15, yang sebelumnya mengatur pembatasan jumlah kementerian maksimal 34 kementerian. Nantinya, penentuan jumlah kementerian akan menjadi hak prerogratif presiden.

Selanjutnya: Simak Strategi IFG Life pasca Akuisisi Mandiri Inhealth

Menarik Dibaca: 10 Tips Merawat Tanaman dalam Ruangan dengan Mudah, Ini Rahasianya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×