Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengungkapkan, terpidana kasus pencairan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, bakal mengganti kerugian negara senilai Rp 169 miliar dengan cara mencicil.
"Kami lagi nego, dia (Samadikun) sudah punya niat baik mau membayar empat kali. Di tahun ini dia akan membayar sekitar Rp 42 miliar, berikutnya 42, 42, 42 kali empat, jadi Rp 169 miliar," ujar Arminsyah di Bogor, Senin (23/5/2016).
Mengenai cicilan pertama, kata Arminsyah, akan dilakukan pada Juni 2016. Namun, hal itu masih bisa berubah karena Kejagung ingin pembayaran tersebut bisa dipercepat. "Mungkin bulan Juni mulai bayar, tapi kami ingin percepat nanti. Sementara masih nego," kata Arminsyah.
Sebelumnya, Arminsyah juga mengatakan, Samadikun siap menyerahkan hartanya untuk mengganti kerugian negara. "Rumahnya siap diserahkan yang di Jalan Jambu (Menteng), terus tanah di Puncak," ujar Arminsyah di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Keputusan Samadikun, kata Arminsyah, diambil setelah berdiskusi dengan keluarganya di lembaga pemasyarakatan. Kejagung menaksir aset berupa rumah tersebut senilai Rp 50 miliar, sedangkan tanah di Puncak belum bisa dipastikan nilainya. "Kalau tidak dibayar (kerugian negara), salah satunya akan disita," kata Arminsyah.
Samadikun merupakan terpidana kasus korupsi BLBI dan menjadi buron belasan tahun. Sejak mengeksekusi Samadikun pada akhir April 2016, Kejagung memang mengincar aset Samadikun untuk disita jika tidak bisa mengembalikan uang ke kas negara.
Samadikun ditangkap di Shanghai, China, oleh kepolisian setempat. Ia pun dikembalikan ke Indonesia, Kamis (21/4/2016) petang, dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada malam harinya.
Samadikun divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekitar Rp 2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998. Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini disebut sebesar Rp 169 miliar.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara.
(Fachri Fachrudin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News