Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejumlah kalangan menuntut Samadikun Hartono membayar lebih besar kepada negara. Sebab selama buron 13 tahun, nilai denda terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 169 miliar pada tahun 2003 bisa menjadi berlipat ganda jika dihitung menggunakan nilai saat ini.
Namun pakar hukum dari Universitas Trisakti Fikar Hadjar menyatakan, tuntutan itu susah terealisasi. "Karena terdakwa belum pernah melaksanakan hukuman," katanya, Kamis (12/5).
Apalagi dalam sistem hukum pidana yang diatur Kitab UU Hukum Pidana, selain dikenal alasan atau kondisi yang dapat menghapuskan tuntutan juga ada alasan penghapusan hukuman, yaitu daluarsa, sehingga hukumannya masih berlaku. Masa daluarsa hukuman untuk kasus ini adalah 16 tahun.
"Samadikun baru 13 tahun lalu jadi belum daluarsa," katanya.
Jaksa Eksekutor Kejaksaan Agung Achmad Djaenuri bilang, Samadikun melalui keluarganya telah membuat pernyataan akan membayarkan uang pengganti itu. "Senin pekan lalu, keluarganya berembuk dan keputusannya bakal membayarkan uang pengganti," katanya, Kamis (12/5).
Sesuai permintaan keluarga, pembayaran uang pengganti dicicil selama empat tahun. Untuk meyakinkan Kejagung, Samadikun juga menjaminkan aset berupa satu unit rumah di Menteng, Jakarta Pusat yang ditaksir senilai Rp 50 miliar dan tanah seluas satu hektar yang berada di Bogor, Jawa Barat.
Samadikun juga telah membayar uang denda Rp 20 juta kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Denda itu sesuai dengan putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan vonis pidana selama empat tahun denda Rp 20 juta dan membayarkan uang pengganti Rp 169 miliar.
Sementara Hartawan Aluwi, terpidana kasus Bank Century, belum akan membayarkan uang pengganti sebesar Rp 10 miliar. Joko Laksono, pengacara Hartawan bilang kliennya bakal melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lebih dahulu, sebelum membayarkan uang pengganti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News