Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar kementerian/lembaga di lingkungan pemerintah pusat bersinergi dengan pemerintah daerah (Pemda) untuk menangani inflasi.
Jokowi mengatakan, dunia menghadapi situasi yang sangat sulit. Dimulai dari pandemi Covid-19 yang belum pulih, munculnya krisis energi, krisis pangan,dan krisis keuangan.
Oleh sebab itu Jokowi meminta semua pihak tidak bekerja dengan standart baku dan/atau rutinitas karena keadaan tidak normal. Jokowi meminta kepada semua kepala daerah dan menteri/kepala lembaga pemerintah untuk menganalisis kondisi makro, mikro dan data-data yang ada. Salah satunya agar inflasi tidak melonjak tinggi.
“Momok semua negara sekarang ini inflasi,” ujar Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi tahun 2022 dipantau dari Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (18/8).
Baca Juga: Pemerintah Berencana Bayar Bunga Utang Rp 441,4 Triliun pada 2023
Jokowi mengatakan, inflasi Indonesia di angka 4,94%. Berbeda dengan negara lain yang sudah diatas 5%, ada negara yang sudah di angka 79%, dan Uni Eropa yang inflasinya 8,9% dan inflasi Amerika Serikat yang 8,5%.
Oleh karena itu, Jokowi menginstruksikan kepada semua kepala daerah, tim pengendalian inflasi daerah (TPID) dan tim pengendalian inflasi pusat (TPIP) bekerjasama mengendalikan inflasi agar tidak tinggi.
“Kalau kerja sama, provinsi, kabupaten/kota, gubernur, bupati, walikota, TPID, TPIP semua nya bekerja rampung, selesai. Kalau mau mengembalikan lagi ke angka di bawah 3% selesai, wong kita barangnya juga ada kok,” ujar Jokowi.
Jokowi mengungkapkan 5 provinsi yang inflasinya di atas 5%. Yakni Provinsi Jambi (8,55%), Sumatera Barat (8,01%), Bangka Belitung (7,77%), Riau (7,04%), dan Aceh (6,97%). Jokowi meminta pemda provinsi tersebut melihat apa saja faktor yang menyebabkan inflasi tersebut agar bisa diselesaikan bersama-sama dan inflasi bisa turun dibwah 5%.
“Kita harus beryukur utamanya di harga beras masih bisa dikendalikan dengan baik. harga beras rata-rata masih Rp 10.000 (per kilogram),” ucap Jokowi.
Jokowi menilai inflasi bisa saja dari beras, bawang dan cabai. Terkait hal tersebut, sistem distribusi pangan mesti dilakukan dengan baik mengingat Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Yakni mendistribusikan pasokan pangan dari daerah yang surplus ke daerah yang kekurangan.
Baca Juga: Inflasi Pangan Relatif Stabil, Harga Beras, Capai, Hingga Daging Sapi Turun
Selain itu, Jokowi meminta pemda juga dapat bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk mengendalikan inflasi. Dia menyebut, anggaran tidak terduga dalam APBD dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi. Misalnya digunakan untuk menutup biaya transportasi logistik pangan.
“Saya sudah perintahkan ke menteri dalam negeri untuk mengeluarkan entah surat keputusan, surat edaran yang menyatakan bahwa anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk menyelesaikan inflasi di daerah. Gunakan untuk itu tadi menutup biaya transportasi,” jelas Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, harga harga pangan relatif terkendali. Dari segi ketersediaan stok cadangan beras pemerintah, Bulog menjaga ketersediaan beras sekitar 1 juta sampai 1,5 juta ton.
Pemerintah mendorong KUR pertanian dan sistem resi gudang. Ia menyebut plafon KUR pertanian sebesar Rp 90 triliun di tahun 2022. Nilai ini lebih besar dari tahun lalu yang sebesar Rp 70 triliun.
“Bapak presiden menggarisbawahi kerjasama antar daerah penting karena sentra produksi dan distribusi yang berbeda dan tentunya bapak presiden menugaskan kepada pemerintah daerah agar kerjasama antar daerah terus ditingkatkan,” ucap Airlangga.
Airlangga menyebut, tahun 2022 ada 111 daerah yang bekerjasama. Ini meningkat dibandingkan tahun yang lalu yakni 93 daerah.
Baca Juga: Tak Ada Program Baru, Target Pajak 2023 Melandai
“Ada sekitar 30 daerah yang inflasinya di atas nasional. Ini tentu perlu ditangani secara lebih baik. terutama TPID harus membuat program pengendalian inflasi yang adaptif dan inovatif,” ujar Airlangga.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, seluruh dunia menghadapi inflasi karena dunia sedang bergejolak. Baik karena ketegangan politik, gangguan mata rantai global, dan kebijakan proteksionisme dari berbagai negara. Sebab itu, perlu adanya sinergi antar pemerintah pusat dan daerah dan sinergi antar kebijakan.
Pertama, sinergi untuk mengatasi inflasi pangan. Hal ini penting mengingat pada Juli kemarin inflasi pangan menyentuh 11,47%. Jika inflasi pangan bisa turun menjadi maksimal 5% atau 6% artinya daya beli masyarakat semakin baik dan juga inflasi Indonesia terkendali.
“InsyaAllah dalam bulan bulan yang akan datang inflasi pangan terkendali,” ucap Perry.
Kedua, kebijakan fiskal dalam bentuk subsidi untuk energi sehingga dampak harga energi yang tinggi tidak membebani rakyat. Tentu ini tergantung pada kekuatan fiskal. Ketiga, arah kebijakan moneter BI diarahkan untuk stabilitas. Sementara kebijakan makro, sistem pembayaran, UMKM, ekonomi keuangan syariah tetap untuk mendukung pertumbuhan.
Baca Juga: BI Prediksi Inflasi Domestik dan Inflasi IHK 2022 Lebih Tinggi dari Batas Atas 3%
“Untuk kebijakan moneter kami lakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah, nilai tingkat depresiasinya termasuk yang terbaik,” ujar Perry.
Perry menyebut, stabilisasi nilai tukar rupiah dilakukan agar tidak mengganggu stabilitas bagi pemulihan ekonomi dan juga agar harga harga di dalam negeri tidak naik karena gejolak global. BI juga melakukan pengendalian likuiditas. Perry bersyukur kredit perbankan sekarang sudah lebih dari 10%. Bahkan UMKM malah lebih dari 16% untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kami juga sementara ini belum perlu untuk menaikkan suku bunga karena tadi ada subsidi, pengendalian pangan, sehingga dari sisi kebijakan suku bunga tidak harus buru buru menaikkan suku bunga sehingga masih bisa menjaga stabilitas, mendorong pemulihan ekonomi,” pungkas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News