Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Anggota Komisi A DPRD DKI, William Yani, menilai Gubernur DKI Joko Widodo menjadi korban permainan anak buahnya. Banyak laporan yang disampaikan kepadanya terindikasi tidak benar sehingga berujung masalah.
Kepada Kompas.com, Sabtu (9/11/2013), pria yang akrab disapa Willy itu mengungkapkan, setidaknya ada dua hal yang mencerminkan situasi tersebut. Pertama, soal penataan Taman Bersih Manusiawi Wibawa (BMW), Jakarta Utara. Di tengah komitmen Joko Widodo ingin membuka fasilitas olahraga berupa stadion megah, rupanya lahan itu masih menyisakan sengketa.
"Kasihan Pak Jokowi dan Ahok. Mereka tidak mengerti apa-apa, tiba-tiba dikasih data dari bawahannya main tanda tangan, padahal status aset lahan di sana belum jelas kepemilikannya," ujar Willy.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu pun mendukung agar Jokowi-Ahok menyelesaikan sengketa hukum seluas lahan di Taman BMW terlebih dahulu agar pada waktu yang akan datang tidak timbul masalah. Menurutnya, jangan pernah membangun apa pun di lahan itu sebelum lahan jadi resmi aset Pemprov DKI.
"Kalau telanjur masuk di BPKD (Badan Pengelolaan Keuangan Daerah), coret saja, sampai itu dianggap menjadi aset Pemda. Jangan mau bangun stadion kalau sertifikat belum ada," ujarnya.
Seperti diberitakan, informasi mengenai sengketa terhadap lahan seluas 66,6 hektar Taman BMW tersebut disampaikan mantan Wakil Gubernur DKI Prijanto serta politisi senior AM Fatwa.
Sejumlah pihak yang mengaku memiliki sertifikat sah atas tanah sebelumnya telah mengadu kepada Prijanto. Mereka menilai ada upaya penyerobotan lahan warga oleh perusahaan pengembang.
Salah satu perwakilan keluarga ahli waris, David Sulaiman, meminta mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo yang kini menjadi Duta Besar Jerman dan Sutiyoso ikut bertanggung jawab dalam pembebasan tanah senilai Rp 732 miliar. Keduanya merupakan pihak yang menandatangani sejumlah dokumen tanah yang diduga bermasalah tersebut pada rentang waktu 2007-2008.
Adanya data yang tidak valid dari anak buah kepada gubernur dan wakil gubernur juga terjadi dalam pengajuan perusahaan yang ditangguhkan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta. Buktinya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan buruh yang menuntut Jokowi menghapus SK penangguhan UMP di tujuh perusahaan garmen asal Korea di Kawasan Berikat Nusantara.
"Artinya, Disnakertrans DKI kan enggak bener memverifikasi mana perusahaan yang layak ditangguhkan UMP, mana yang tidak. Ini harusnya diperhatikan oleh Pak Jokowi," ujar Willy.
Willy berharap Jokowi menangkap gejolak yang mencerminkan adanya ketidakberesan data dari anak buahnya kepada dirinya. Jika perlu, lanjut Willy, ganti seluruh anak buah Jokowi-Ahok yang telah terbukti memberikan laporan yang tidak valid kepada keduanya. Hal ini guna mempercepat reformasi birokrasi yang diidam-idamkan masyarakat. (Fabian Januarius Kuwado/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News