Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus korupsi bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diharapkan bisa selesai pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk itu, Presiden diminta turun tangan untuk mengkonfirmasi kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim Otto Hasibuan mengatakan, pemerintahan Jokowi harus tampil, tidak boleh membiarkan kasus BLBI kembali bergulir. Pasalnya, apa yang dialami kliennya selaku obligor BLBI sudah tuntas setelah pelunasan utang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Karena kasus ini bukanlah suatu persoalan pelaksanaan kebijakan yang dilanggar, karena pemerintah sendiri sudah menyelesaikannya, katanya, Rabu (25/7).
Otto menyebut, penyelesaian yang dilakukan pemerintah adalah termuat dalam skema Master Settlement and acquisition agreement (MSAA). Pelaksanaan dari kebijakan ini membuat perjanjian penyelesaian sudah dilakukan.
Fakta lain yang mempekuat hal tersebut, menurut Otto, adalah ketika mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) Syafruddin A. Tumenggung yang menjadi terdakwa kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terkait dana BLBI kepada Sjamsul, mengajukan gugatan kepada pemerintah beberapa waktu lalu. Atas gugatan itu Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyatakan bahwa tak ada lagi tagihan kepada bos BDNI tersebut.
Menurutnya, jika pemerintah sendiri bilang tidak ada tagihan, bagaimana bisa KPK mengatakan ada kekurangan. Saya berharap pemerintah jangan tinggal diam. Tidak berarti pemerintah konfirmasi ke KPK itu suatu intervensi, tapi tolong sampaikan ke KPK bahwa ini sudah selesai, jelasnya.
KPK memang masih mengembangkan kasus korupsi BLBI. Sejak tahun lalu, KPK telah menetapkan Syafruddin sebagai tersangka dan kini masih menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menilai ada kerugian negara sekitar Rp 3,7 triliun dalam kasus ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News