kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.515.000   10.000   0,66%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Jaga Daya Beli Masyarakat, Ini Saran Ekonom ke Pemerintah


Senin, 21 November 2022 / 20:26 WIB
Jaga Daya Beli Masyarakat, Ini Saran Ekonom ke Pemerintah
Warga berbelanja bahan pangan?pada?sebuah?supermarket di Jakarta, Rabu (19/1/2022). Jaga Daya Beli Masyarakat, Ini Saran Ekonom ke Pemerintah.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA  Pemerintah harus bisa menjaga momentum daya beli masyarakat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, perlu disiapkan berbagai paket kebijakan agar daya beli masyarakat dapat terjaga dan berefek pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang telah ditetapkan pemerintah ternyata masih memberikan andil terhadap inflasi. Pasalnya, inflasi Oktober 2022 yang sebesar 5,71% disumbang oleh harga BMM hingga tarif angkutan.

"Efek dari kenaikan harga BBM ini ternyata tidak hanya sebentar efeknya hanya satu bulan, tapi masih berlanjut," ujar Bhima kepada Kontan.co.idm, Senin (21/11).

Baca Juga: Belanja Masyarakat Meningkat, Ekonom: Daya Beli Masih Solid

Bahkan Bhima memperkirakan efek kenaikan BBM tersebut masih akan terasa di tahun depan dari sisi pengeluaran masyarakat dan efeknya juga akan terasa pada sektor pangan, terutama bahan pokok pangan.

Selain itu, Bhima memperkirakan inflasi November dan Desember tahun ini masih akan disumbang oleh harga energi.

Oleh karena itu, Bhima menyarankan pemerintah guna menjaga daya beli masyarakat dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah perlu meluncurkan suatu paket kebijakan yang berisi berbagai relaksasi. Misalnya saja, dengan menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Yang terjadi justru tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Yang harusnya ada diskon tarif PPN diberikan untuk menstimulus konsumsi rumah tangga. Nah itu yang tidak dilakukan, jadi pajaknya justru terkesan semakin agresif ya," katanya.

Baca Juga: Jumlah PHK Karyawan di Industri TPT Masih Terus Bertambah

Sementara itu dari sisi masyarakat memandang bahwa masih ada belanja yang tidak diserap dengan optimal.

Menurutnya, hal tersebut juga berdampak kepada daya beli masyarakat lantaran banyak pemerintah daerah (pemda) misalnya yang menahan belanjanya. Padahal hal tersebut dapat membantu para pelaku usaha UMKM agar bisa ikut pengadaan barang dan jasa serta menciptakan lapangan kerja baru.

"Tapi dengan masih buruknya tingkat serapan anggaran ini jadi kurang optimal realisasi dari belanja pemerintah terhadap penopang daya beli," katanya.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×