kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Isu AS Gagal Bayar Utang, Ekonom BSI: Tak Berdampak Signifikan ke Indonesia


Kamis, 27 April 2023 / 18:36 WIB
Isu AS Gagal Bayar Utang, Ekonom BSI: Tak Berdampak Signifikan ke Indonesia
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengingatkan, kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah akan berdampak terhadap gagal bayar utang AS. Dia memperingatkan default akan memicu malapetaka ekonomi.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengingatkan, kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah akan berdampak terhadap gagal bayar utang AS. Dia memperingatkan default akan memicu malapetaka ekonomi.

Tercatat, utang Amerika Serikat mencapai US$ 31 triliun pada Oktober 2022, sedangkan per 31 Maret 2023 bertambah menjadi US$ 31,45 triliun.

Terkait hal itu, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya menilai potensi pemerintah AS mengalami gagal bayar merupakan isu yang berkaitan dengan bagaimana mereka membiayai fiskalnya.  

Dia menerangkan data dari Kementerian Keuangan AS menunjukkan per 31 Maret 2023 utang AS menembus US$ 31,45 triliun yang berarti batas pagu sudah terlewati. Kali terakhir pagu tersebut dinaikkan pada Desember 2021 dari US$ 2,5 triliun menjadi US$ 31,4 triliun.

Banjaran berpendapat isu debt ceiling merupakan isu yang berulang dan akan menemukan kompromi antara pemerintah dengan parlemen.

"Dengan demikian, diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap pasar keuangan global maupun Indonesia," ucap dia kepada Kontan.co.id, Kamis (27/4).

Baca Juga: Menkeu AS: Default AS akan Menghasilkan Bencana Ekonomi dan Keuangan

Menurut Banjaran, jika pemerintah AS gagal membayar utang, tentu akan meningkatkan volatilitas di pasar keuangan, menyebabkan resesi ekonomi AS, serta perlambatan ekonomi global.

Adapun volatilitas di pasar keuangan AS tersebut juga berpotensi menjalar ke pasar keuangan emerging market. Selain itu, suku bunga juga akan meningkat seiring kenaikan premi risiko kredit.

Berkaca pada isu debt ceiling AS 2021, Credit Default Swap (CDS) Indonesia lima tahun sempat meningkat, tetapi kembali turun setelah parlemen AS menyetujui kenaikan pagu utang.

Dia pun menilai kinerja pasar keuangan domestik tercatat sangat baik, dengan nilai tukar rupiah dan IHSG yang menunjukkan tren menguat.

Selain itu, yield Surat Berharga Negara (SBN) terpantau di level 6,56% atau turun 38 bps sejak awal tahun 2023 (year to date), yang menandakan kenaikan demand dan keyakinan investor terhadap fundamental ekonomi domestik.

Pada tahun 2022, rasio utang pemerintah Indonesia tercatat sebesar 40,9% dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan utang pemerintah AS yang mencapai 129% dari PDB.

"Oleh karena itu, kami melihat bahwa disiplin fiskal menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan APBN sehingga pemerintah terhindar dari risiko default," kata dia.

Baca Juga: Menkeu AS: Default AS akan Menghasilkan Bencana Ekonomi dan Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×