Reporter: Uji Agung Santosa, Hendra Gunawan, Umar Idris | Editor: Umar Idris
Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan sudah selesai disusun. Peraturan yang populer dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI) tersebut memuat aturan penting terhadap enam sektor usaha. Yaitu sektor telekomunikasi, logistik, pendidikan, kesehatan dan industri kreatif khususnya film, dan pertanian. Selain telekomunikasi, lima sektor lainnya adalah bidang usaha baru yang diatur di dalam Perpres DNI.
Saat ini Prespres ini telah diserahkan ke Sekretariat Negara dan akan segera ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Inilah sebagian isi Prespres tersebut.
Usaha Logistik dan Jasa Kurir
Kepemilikan asing di dalam sektor logistik atau jasa kurir maksimal 49%. Menurut Kepala BKPM Gita Wirjawan, dalam peraturan terdahulu, tidak ada pembatasan untuk asing.
Ketua Umum Gabungan Forwader, Penyedia Jasa Logisti, dan Ekspedisi Seluruh Indonesia Iskandar Zulkarnain mengatakan, di atas kertas, perusahaan dalam negeri akan diuntungkan dengan pembatasan saham sebesar 49% untuk asing. Namun, kenyataannya, kepemilikan asing ini bisa membesar sejalan dengan perkembangan perusahaan. “Sebab kepemilikan pengusaha lokal akan terdilusi ketika asing menambah teknologi atau modal,” kata Iskandar.
Senada dengan Iskandar, menurut Presiden Direktur Indologistics Singgih Rekoyusanto, pembatasan kepemilikan atas saham maupun pembatasan wilayah operasi untuk asing tidak akan efektif. Sebab, asing bisa membentuk perusahaan mitra yang menjadi kepanjangan tangan mereka ke pelosok daerah.
Asal tahu saja, berdasarkan Undang Undang tentang Pos yang baru, perusahaan asing tidak boleh masuk ke wilayah kabupaten. Pengiriman barang ke kabupaten dan kota harus diberikan kepada perusahaan lokal. Nah, menurut Singgih, perusahaan lokal ini, bisa saja hanya jadi-jadian, padahal itu milik asing juga.
Menurut Singgih, dukungan pemerintah sebaiknya dengan cara memberi bantuan permodalan. “Kredit dari bank agar dipermudah, sebab banyak bank yang tidak paham industri ini. Saya berulang kali menjelaskan ke bank, tapi ujung-ujungnya kredit tidak turun juga," kata Singgih. Dengan permodalan yang mudah, perusahaan logistik pasti akan membangun teknologi yang memegang peranan penting.
Sektor Kesehatan
Di bidang kesehatan, kepemilikan asing bisa mencapai 67%. Sebelumnya, pemerintah membatasi investasi asing di rumahsakit berdasarkan wilayah, yakni hanya boleh beroperasi di Medan dan Surabaya. “Sekarang bisa dibuka untuk seluruh wilayah di Indonesia dengan batasan kepemilikan asing 67%,” kata Gita Wirjawan.
Selain rumahsakit, asing juga boleh mendirikan poliklinik di seluruh wilayah Indonesia. Hanya saja, pada usaha apotek atau toko obat, asing tetap tidak boleh masuk.
Pengamat perkembangan bisnis rumah sakit yang juga mantan Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Adib A.Yahya, menyambut positif kebijakan ini. Sebab kepemilikan asing yang besar membuat aliran investasi di RS juga akan lebih deras mengalir. Pasalnya bisnis rumah sakit membutuhkan dana yang sangat besar untuk membeli teknologi sebagai pendukung operasional rumah sakit.
Selain itu, masuknya investasi asing akan meningkatkan mutu penanganan kesehatan, sehingga warga negara Indonesia yang selama ini berobat keluar negeri bisa berkurang. "Berapa dampaknya saya sendiri tidak bisa menghitung. Tapi yang jelas akan berkurang," katanya. Tentu saja, jumlah devisa yang keluar ke negeri seberang bisa berkurang.
Peraturan dalam DNI baru ini juga sudah sesuai dengan grand designe industri rumah sakit yang pernah di buat dengan Kementrian Perdagangan. Bahkan dalam grand design tersebut dalam beberapa tahun kedepan, kepemilikan asing bisa sampai 100%. "Kalau tidak salah 100% di tahun 2020 atau 2025," ujar Adib.
Sektor Pendidikan
Pemerintah membuka pintu untuk sektor pendidikan secara terbatas. Sebab, investor asing dilarang mendirikan badan hukum pendidikan yang bersifat nirlaba. “Jadi, tidak bisa mengambil dividen langsung,” kata Gita. Ketentuan ini bisa membuat asing tidak berminat. Namun, Gita menambahkan, aturan ini bisa disiasati “dengan memberikan jasa konsultasi pendidikan,” kata Gita.
Wakil Rektor Institute Pertanian Bogor (IPB) bidang Pengembangan dan Sumber Daya Hermanto Siregar menyarankan pemerintah untuk menghitung secara lebih cermat untung ruginya sebelum membuka sektor pendidikan untuk asing. Sebab masuknya asing di sektor pendidikan masih belum diperlukan.
Pasalnya, investor lokal di bisnis ini masih bisa memenuhi kebutuhan pendidikan khususnya di tingkat Perguruan Tinggi (PT). Menurutnya saat ini dari sekitar 2.000 PT masih bisa menampung pelajar yang mau melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi. "Dan semuanya ini bisa melayani semua segmen. mulai dari lapisan bawah hingga atas," katanya.
Kalau ada masyarakat kelas menengah atas yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah international, pilihan logisnya tentu luar negeri, meskipun sekolah tersebut ada yang berlokasi di Indonesia. Sebab, kata Hermanto, dengan menyekolahkan anaknya di luar negeri ada dua keuntungan yang bisa didapat: mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas mempelajari kebudayaan luar negeri.
Keputusan pemerintah untuk membuka investasi asing untuk sektor pendidikan akan berimbas pada perguruan tinggi lokal dengan akreditas B dan C. "Perguruan tinggi berakreditasi A masih bisa bersaing dengan asing. Misalnya seperti IPB dan Universitas Indonesia," katanya.
Selain itu, kemungkinan besar perguruan tinggi asing akan banyak berdiri di daerah yang pendudukan memiliki pendapatan tinggi. Selain di kota-kota besar, universitas milik asing akan berdiri di daerah-daerah penghasil tambang dan migas.
Sebenarnya, tanpa merevisi Perpres tersebut, saat ini pun sudah banyak sekolah asing yang beroperasi di Indonesia. Misal Sekolah seperti Monarch, atau sekolah dengan brand luar lainnya. "Tanpa direvisi pun mereka sudah masuk duluan," katanya.
Sektor Industri Kreatif (Film)
Pada industri kreatif, batasan maksimal kepemilikan asing sebesar 49%. Industri kreatif yang dimaksud di sini ialah industri film.
Sutradara film Jose Purnomo, berpendapat, masuknya investasi asing ke Indonesia merupakan hal yang baik untuk perkembangan industri film. "Investasi tersebut juga harus dibarengi dengan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan agar dampaknya semakin positif. Juga diharapkan invetor asing tersebut memasarkan hasil produksi filmnya di Indonesia ke luar negeri," kata Jose.
Namun Jose merasa ketentuan itu belum cukup membuat investor asing berminat masuk ke industri film di Indonsia. Pasalnya masih banyak ganjalan peraturan yang perlu diperbaiki di industri film Indonesia. Misalnya aturan pajak tontonan: aturan yang berlaku berbeda di tiap daerah. Misalnya, di DKI Jakarta, pajak tontonan hanya 10%, sedangkan di Medan sekitar 30%.
Akibat kebijakan pajak ini, banyak produser atau pemegang hak cipta film enggan memasarkan filmnya ke luar daerah. Sebab dengan pajak tontonan sebesar 30%, pemilik/investor film hanya menerima sebesar 35%. Sebab, 35% penghasilan sisanya untuk jatah pemilik bioskop. "Hasil pajak industri film juga tidak pernah balik ke sektor film, tapi malah ke sektor lain," keluh Jose yang pernah menjadi sutradara film horor Jelangkung itu.
Masalah lain yang juga harus diperbaiki ialah soal biaya perijinan syuting di lokasi tertentu. Masalahnya, saat ini tidak ada badan yang mengurusi masalah perijinan ini sehingga biaya penyewaan tempat syuting menjadi sangat mahal. "Di luar negeri, ada badan yang mengurusi ini Sehingga patokan harganya jelas, dan ketika syutingpun mereka mengirimkan bantuan berupa tim keamanan," tambah Jose.
Masalah lain ialah sertifikasi untuk kru film dari otoritas perfilman. "Ada juga kebijakan, pembuat film dilarang memasarkan atau mendistribusikannya secara langsung, jadi harus melalui perusahaan terpisah. Itu kan namanya memperpanjang birokrasi dan menambah biaya," kata Jose.
Di bisnis pendukung industri film seperti bisnis rental alat-alat film, asing juga kemungkinan besar enggan untuk masuk. Sebab saat ini perusahaan penyewaan alat-alat film di Indonesia menyewakan peralatannya dengan harga yang sangat murah. Perusahaan asing yang masuk, akan sulit bersaing dari sisi harga dengan perusahaan lokal. "Di Indonesia, kamera seharga Rp 5 miliar bisa disewa Rp 4 juta perhari. Asing belum tentu bisa harga segitu," katanya.
Jadi, kata Jose, setelah membuka pintu untuk asing, sebaiknya pemerintah memperbaiki masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh industri perfilman dalam negeri ini.
Sektor Pertanian
Di sektor pertanian, pemerintah membolehkan investasi asing maksimal 49%. Di dalam ketentuan DNI lama, tidak ada batasan kepemilikan asing seperti aturan sekarang. Kata Gita, semua sektor pertanian terkena peraturan ini, kecuali industri kelapa sawit.
Menara telekomunikasi
Tetap tertutup untuk pemain asing. Perusahaan kontraktor menara yang selama ini menerima pekerjaan membuat menara, dan perusahaan pemiliki atau penyedia menara yang menyewakan menaranya kepada perusahaan operator telekomunikasi, seratus persen sahamnya tetap harus milik pengusaha lokal.
Menurut Gita Wirjawan, berbagai ketentuan ini akan direvisi secara fleksibel, tidak harus menunggu setiap tiga tahun sekali. “Jika pemerintah membutuhkan pendanaan yang besar untuk peningkatan investasi dan pembangunan di dalam negeri,” kata Gita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News