Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2018 tercatat tidak mencapai target APBN 2018. Pada tahun lalu, IPM hanya mencapai 71,39 atau lebih rendah dari target 71,50. Belum tercapainya target IPM ini disebabkan masih rendahnya pembangunan pendidikan di Indonesia.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan, sejak 2011 rata-rata pertumbuhan angka harapan sekolah tumbuh di atas 1%. Pada 2018, angkanya melambat menjadi 0,47%. Sementara itu, pertumbuhan rata-rata lama sekolah 2011-2017 sebesar 1,18%, sedangkan capaian 2018 sebesar 0,86%.
Angka tersebut menjauh dari rata-rata pertumbuhan 2011-2017. Kondisi tersebut menunjukkan adanya problem di sektor pendidikan di Indonesia. "Perlu perbaikan di situ," ujar Rusli saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (16/4).
Rusli menjelaskan, angka putus sekolah masih cukup tinggi. Pada tingkat SMP angka putus sekolah 2017-2018 sebesar 0,51% dari 10,15 juta pelajar atau sekitar 51.200. Di tingkat SMA pada tahun yang sama angka putus sekolah mencapai 0,65% dari 4,78 juta atau sekitar 31.120.
Sedangkan SMK angka putus sekolah 1,50% dari 4,89 juta pelajar atau mencapai 73.380. Secara total angka putus sekolah sekitar 0,41% dari 45,3 juta pelajar atau sekitar 187.800. "Itu angka drop out, belum menambahkan anak yang sama sekali tidak sekolah. Bisa dipastikan angkanya lebih besar dari itu," imbuh dia.
Jumlah siswa putus sekolah meningkat 746 siswa dari tahun ajaran 2016-2017 ke 2017-2018. Penyebabnya antara lain faltor ekonomi dan disabilitas. Rusli merinci, berdasarkan data UNICEF anak dari 20% keluuarga termiskin memiliki probabilitas lima kali untuk tidak sekolah SD dan SMP, dibandingkamn 20% dari keluarga terkaya. Sedangkan dari sisi disabilitas sebanyak 6 juta orang Indonesia atau 2,45% penduduk merupakan penyandang disabilitas.
"Solusinya pendidikan inklusif untuk difable dan membangun sekolahan umum yang ramah difable atau meningkatkan kualtias dan jumlah SLB," ujar Rusli.
Selain itu perlu adanya efektifitas Kartu Indonesia Pintar dengan menyasar langsung ke anak yang putus sekolah. "Jadi diperlukan minimal 187 ribu tambahan KIP untuk mengembalikan anak-anak putus sekolah agar kembali ke sekolah," imbuh dia.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan aspek pendidikan khususnya harapan lama sekolah akan menjadi prioritas perbaikan tahun ini.
"Efektivitas penggunaan Bantuan Operasional Sekolah dan Kartu Indonesia Pintar tepat sasaran," jelas Bambang saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (16/4). Adapun apabila tahun depan ingin mencapai target 71,98, maka perlu usaha keras untuk mencapainya yakni dengan menggapai pertumbuhan sekitar 0,70%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News