kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi Naik Tapi Penyerapan Tenaga Kerja Rendah, BKPM Ungkap Penyebabnya


Rabu, 25 Januari 2023 / 15:23 WIB
Investasi Naik Tapi Penyerapan Tenaga Kerja Rendah, BKPM Ungkap Penyebabnya
ILUSTRASI. Sejumlah pencari kerja mencari informasi pekerjaan pada acara 'Jakarta Job Fair' di Thamrin City, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Investasi Naik Tapi Penyerapan Tenaga Kerja Rendah, BKPM Ungkap Penyebabnya.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun. Realisasi investasi tersebut naik 34,0% dibandingkan tahun lalu.

Dengan pencapaian investasi di sepanjang 2022, penyerapan tenaga kerja selama investasi setahun tersebut mencapai 1.305.001 orang tenaga kerja. 

Hanya saja, dengan meningkatnya realisasi investasi tersebut, nyatanya serapan tenaga kerjanya justru menciut. Pasalnya, pada tahun 2017, realisasi investasi yang sebesar Rp 692,8 triliun saja berhasil menyerap 1.176.323 orang.

Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot mengatakan, ada faktor yang membuat penciptaan lapangan kerja di Indonesia masih minim, yakni adanya kenaikan upah minimun yang ada di kabupaten/kota maupun provinsi.

Baca Juga: Serapan Tenaga Kerja Masih Minim di Tengah Meningkatnya Investasi

Pasalnya, bagi pelaku usaha, harga jual produk tidak mengalami kenaikan, berbeda dengan harga pokoknya yang mengalami kenaikan signifikan. Akibatnya, para pelaku usaha tidak bisa bertahan dengan kondisi tersebut, dan pada akhirnya akan melakukan realokasi ke luar daerah bahkan ke luar negeri.

"Itu yang disampaikan oleh pak Menteri (Bahlil). Kita juga harus menjaga daya saing kita. Jangan sampai upah minimum itu naik signifikan, sementara kita kan bisa lihat, kenaikan harga jual produk misalnya 5%, kenaikan harga produksinya 10%. Jadi pelaku usaha tidak bisa bertahan dengan ini," ujar Yuliot kepada awak media di Gedung Kementerian Investasi/BKPM, Selasa (25/1).

Yuliot mencontohkan, untuk upah minimum di wilayah padat karya seperti Banten dan Jawa Barat yang relatif tinggi. Dengan begitu, para pelaku usaha juga harus membayarkan upah yang tinggi pula.

"Ini kan kita bisa membandingkan. Untuk upah minimum di Banten dan Jawa Barat yang wilayahnya pada karya, itu kan kalau kita lihat tingkat upahnya kan relatif tinggi. Tidak hanya persentase rata-rata saja, tapi dari sisi baseline upahnya saja memang sudah tinggi," tuturnya.

Baca Juga: Investasi yang Masuk pada 2022 Masih Didominasi Sektor Padat Modal, Ini Kata Bahlil

Oleh karena itu, Ia menyampaikan, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpuu) tentang Cipta Kerja, terdapat satu klausul bahwa kenaikan upah akan mempertimbangkan kondisi perekonomian.

"Misal dengan pandemi kemarin kan pada umumnya pelaku usaha terdampak. Saat pelaku usaha terdampak, pekerja kan menghendaki ada kenaikan lebih tinggi, sementara perusahaan bertahan saja sudah," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×