Reporter: Irma Yani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Tim pengkaji akademis program pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi telah merampungkan kajiannya. Ketua Tim Anggito Abimanyu menyatakan, ada tiga opsi kepada pemerintah.
Pertama, menaikkan harga BBM subsidi jenis premium sebesar Rp 500 per liter. Untuk angkutan umum, tim menyarankan pemerintah memberikan pengembalian (cash back) dengan demikian harga riilnya tidak naik. Ini berarti kenaikan premium hanya berlaku untuk sepeda motor maupun mobil pribadi.
Anggito menjelaskan, pemerintah bisa menghemat subsidi dengan menaikkan harga premium ini. “Misalnya itu Rp 500 dikalikan konsumsinya 3 juta KL, berarti sekitar Rp 15 triliun, kemudian di kurangi cash back misalnya 20% maka akan didapatkan hasilnya,” katanya, Senin (7/3).
Kedua, harga BBM non subsidi seperti pertamax dijaga pada level tertentu. Berdasarkan survei atas kemampuan daya beli masyarakat, harga pertamax paling feasible pada level Rp 8.000 per liter. Menurut kajian tim, perpindahan konsumsi premium ke pertamax dilakukan supaya terjadi pengurangan konsumsi sekitar 3 juta kiloliter.
Menurut Anggito, penetapan harga pertamax pada batas atas diperlukan meski terbilang tak mudah. “Karena kita mengembalikan rezim pertamax pada rezim subsidi yang sudah tidak dilakukan,” katanya.
Ketiga, melakukan penjatahan konsumsi premium dengan menggunakan sistem kendali. Ia mengatakan, hal itu berlaku tidak hanya kendaraan umum tapi juga sepeda motor.
Anggito menyarankan, pemerintah melaksanakan kebijakan pembatasan BBM subsidi pada saat tekanan inflasi rendah. Sayang, ia enggan mengungkapkan dengan pasti kapan waktu pelaksanaan yang menurutnya tepat.
Pemerintah belum mengambil sikap atas kajian tim ini. Menteri ESDM Darwin Z. Saleh mengatakan, ketiga opsi itu akan dibahas dan dipaparkan dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (8/3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News