kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah 4 perkembangan ekonomi dan kebijakan terkini Bank Indonesia


Rabu, 29 April 2020 / 18:07 WIB
Inilah 4 perkembangan ekonomi dan kebijakan terkini Bank Indonesia
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers melalui fasilitas live streaming di Jakarta, Kamis (9/4/2020).


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Mencermati perkembangan ekonomi di tengah pandemi corona (Covid-19)  Gubernur Bank Indonesi (BI) Perry Warjiyo, dalam teleconference, Rabu (29/4) menyampaikan 4 (empat) hal terkait perkembangan terkini dan kebijakan yang ditempuh BI.

Empat perkembangan ekonomi itu adalah 

1.   Inflasi terkendali dan rendah

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia bersama 46 Kantor Perwakilan Bank Indonesia sampai dengan minggu keempat April 2020, menunjukan bahwa harga-harga pangan di pasar terkendali dan rendah. 

Dengan begitu, inflasi bulan April 2020 diprediksi sekitar 0,18%  secara bulanan atau 2,78%  secara tahunan. Prakiraan inflasi  ini lebih rendah dari bulan maret 2020 sebesar 2,96% (yoy) dan bulan Februari 2020 sebesar 2,98% (yoy). 

Prediksi ini mengkonfirmasi bahwa sampai dengan akhir tahun 2020, menurut BI, inflasi akan terkendali dan rendah di kisaran sasaran 3±1%.

Penyumbang inflasi pada periode April antara lain berasal dari komoditas bawang merah (0,12%), emas perhiasan (0,09%), jeruk (0,05%), gula pasir (0,02%). 

Sementara itu, komoditas utama yang menyumbang deflasi yaitu cabai merah (-0,11%), daging ayam ras (-0,08%). “Ii menunjukan komitmen dari pemerintah untuk menjaga pasokan bahan-bahan kebutuhan pokok dapat terpenuhi secara baik,” ujar Perry Warjiyo.

Inflasi pada saat Ramadhan dan Idul Fitri diprakirakan akan lebih rendah dari historis.Ini  dipengaruhi oleh permintaan yang diprakirakan akan lebih rendah, dipengaruhi oleh pandemi COVID-19 yang menyebabkan aktivitas manusia  yang lebih rendah terkait pembatasan mobilitas, PSBB dan lain sebagainya.

2.    Nilai tukar rupiah  stabil, cenderung menguat ke Rp15.000 pada akhir tahun

Selasa (28/4), rupiah ditutup di level Rp15.380, melemah Rp70 dari hari sebelumnya Rp15.310 (27/4). 

Menurut BI, pergerakan nilai tukar dipengaruhi oleh faktor teknikal, yaitu kebutuhan valuta asing dari korporasi yang relatif tinggi sesuai pola historikalnya serta langkah pemerintah di berbagai daerah dalam penerapan PSBB yang oleh sejumlah pelaku pasar dipersepsikan akan berdampak menurunkan pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, lembaga rating Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sekitar 2,8% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya, meskipun masih lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia yaitu sekitar 2,3% (yoy).

Beberapa faktor positif yang memengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu jumlah penawaran untuk lelang SBN yang tinggi, sebesar Rp 44,4 triliun. Hal tersebut menunjukan minat investor asing dalam dan luar negeri untuk membeli SBN yang tinggi.

“Selain itu, penguatan futures saham di Amerika Serikat dan Eropa juga merupakan faktor positif yang memengaruhi pergerakan nilai tukar,” tandas Perry.

Menurut Perry, secara keseluruhan, nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat mengarah ke Rp15.000 pada akhir tahun, didukung oleh 4 faktor :

Pertama,  secara fundamental, nilai tukar rupiah masih undervalued didukung oleh defisit transaksi berjalan triwulan I akan lebih rendah dari 1,5% PDB dan secara keseluruhan pada tahun 2020 akan lebih rendah dari 2% PDB. 

Penurunan defisit transaksi berjalan tersebut berarti bahwa  kekurangan devisa akan lebih rendah sehingga mendukung penguatan nilai tukar rupiah ke arah fundamentalnya.  

Kedua, Bank Indonesia akan selalu berada di pasar dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Ketiga,  arus modal asing diprakirakan akan masuk ke Indonesia. Secara historis periode 2011 – 2019 di Indonesia, outflow relatif kecil dalam periode yang pendek dan diikuti dengan inflow yang besar dalam peiode yang panjang. 

Data menunjukkan rata-rata  outflow  sebesar Rp29,2 triliun dengan durasinya sekitar 3-4 bulan dan diikuti inflow sebesar Rp229,1 triliun dengan durasi sekitar 21 bulan.

Keempat, premi risiko diprediksi akan menurun setelah pandemi corona (Covid-19) berakhir.

3.   Keikustertaan BI dalam pembeliaan SBN di pasar Perdana

Pada pelaksanaan lelang SBN kemarin (28/4), pemerintah mengindikasikan target lelang Rp 20 triliun dengan target maksimal Rp 40 triliun. 

Sesuai dengan kesepakatan dalam Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia  dan Kemenkeu, pembelian SBN di pasar Perdana oleh Bank Indonesia sebagai non competitive bid sebesar maksimal 25% dari target maksimal atau sekitar Rp10 triliun.

Hanya Bank Indonesia mendahulukan pelaku pasar, sehingga hanya melakukan bid sebesar Rp7,5 triliun. Adapun, dalam lelang Selasan, jumlah yang dimenangkan dalam pelaksanaan lelang SBN dari bid sebesar Rp 44,4 triliun sebesar  Rp16,6 trilun dengan rincian Rp 2,3 trilun untuk Bank Indonesia, dan sisanya sekitar Rp14,3 triliun dimenangkan oleh pasar.

Sesuai dengan nota kesepahaman, dalam hal target pelaksanaan lelang SBN tidak terpenuhi, pemerintah dapat melaksanakan lelang tambahan (green shoe) dengan menggunakan harga kemarin (28/4) yaitu rata-rata tertimbang untuk yield SBN 10 tahun sekitar 8,08% dengan target lelang Rp23,38 triliun. 

Dalam pelaksanaan lelang tambahan, Rabu (29/4) Bank Indonesia juga  melakukan bid dengan jumlah sekitar Rp7,5 triliun.

“Dalam hal pelaksanaan lelang tambahan juga tidak dapat memenuhi target, pemerintah menggunakan private placement yang dapat berasal dari Bank ataupun Bank Indonesia dengan besaran jumlah sesuai kesepakatan,” ujar Perry.

Adapun harga yang digunakan dalam private placement akan mengacu pada terkini yang dikeluarkan oleh PHEI (Penilai Harga Efek Indonesia).Dengan makanisme tersebut,  kebutuhan pembiayaan  defisit fiskal akan dapat dipenuhi.

4.   Implementasi kebijakan quantitative easing sebesar Rp 503,8 triliun

Sesuai dengan keputusan pada RDG bulan April 2020 lalu, bentuk pelonggaran kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain berupa quantitative easing.

Sampai dengan saat ini, quantitative easing yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia sebesar Rp 503,8 triliun, terdiri dari :

a.   Periode Januari – April 2020 sebesar Rp386 triliun yang bersumber dari pembelian SBN di pasar sekunder dari investor asing sebesar Rp166,2 triliun, term repo perbankan sebesar Rp137,1 triliun, penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) rupiah  di bulan Januari dan April 2020 sebesar Rp53 triliiun dan swap valuta asing sebesar Rp29,7 triliun.

b.   Periode Mei 2020 sebesar Rp117,8 triliun yang bersumber dari penurunan GWM rupiah sebesar Rp102 triliun serta tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar Rp15,8 Triliun.

BI berharap, kebijakan quantitative easing akan dapat memberikan dampak yang efektif ke sektor riil dengan dukungan dari stimulus fiskal, antara lain melalui implementasi jaring pengaman sosial, insentif industri termasuk subsidi KUR dan program bantuan sosial lainnya serta dukungan rektrukturisasi kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×