kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini strategi pemerintah menutup defisit anggaran lewat SUN pada 2020


Senin, 21 Oktober 2019 / 18:44 WIB
Ini strategi pemerintah menutup defisit anggaran lewat SUN pada 2020
ILUSTRASI. Pasar modal


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mematok defisit anggaran sebesar 1,76% terhadap produk domestic bruto (PDB) pada 2020 atau senilai Rp 307,2 triliun.Untuk itu, pemerintah memutar otak pencari pembiayaan dalam diversifikasi Surat Utang Negara (SUN).

Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, pemerintah tetap optimistis terhadap kinerja SUN di tahun depan. 

Baca Juga: Industri Lesu Darah, Ekonomi Kian Payah

Meski demikian, Loto memahami kondisi pasar utang di Indonesia masih akan banyak tantangan terutama masalah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, Brexit, serta geopolitik global yang membuat pertumbuhan ekonomi global dalam tren melemah. 

Nyatanya hal tersebut membuat berbagai lembaga internasional beramai-ramai memangkas pertumbuhan ekonomi global. Sebut saja The International Monetary Fund (IMF) yang merevisi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini menjadi 3% dan tahun 2020 di level 3,4%. Sehingga, tren suku bunga bank sentral global kemungkinan turun untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi.

Dus, Loto bilang suku bunga Bank Indonesia (BI) akan menyesuaikan tren bank sentral global dan yield SUN akan ikut merendah. Meski demikian, tren tersebut dinilai masih menguntungkan obligasi pemerintah yang masih kompetitif dibanding surat utang negara lain.

“Meski demikian, tetap aja inflasi dalam tren terkendali membuat return masih  menarik. Selama saat ini dibandingkan dengan negara lain masih cantik,” kata Loto di kantornya, Senin (21/10).

Loto mengaku tren yield SUN tahun depan akan tembus bergerak di bawah 7% untuk tenor sepuluh tahun. Menurutnya, tingkat suku bunga yang rendah cenderung relatif dan bukan jadi hal baru bagi Indonesia. Menilik ke belakang, pada 2012 pemerintah pernah menerbitkan SUN dengan yield di bawah 5%.

Baca Juga: Saham-saham prospektif di periode ke II pemerintahan Jokowi

“Tapi seiring dengan peningkatan rating utang, di hadapan investor semakin tertarik. Wajar kalau imbal hasil semakin murah, reputasi Indonesia dimata investor cukup kredibel. Kalau tingkat bunga bergerak normal, maka akan mengalami penurunan imbal hasil semakin berkurang,” ungkap Loto.

Sementara itu, Loto bilang untuk menutup defisit anggaran tahun 2020, pemerintah mengatur strategi lewat alternatif instrumen surat utang baik lewat SUN, Surat Berharga Negara (SBN) instrument valas atau rupiah, SBN ritel atau non-ritel.

Baca Juga: Berikut sektor saham yang bakal diuntungkan di masa Kabinet Kerja jilid II

Sayangnya, Loto belum bisa memaparkan volume obligasi pemerintah di tahun 2020. Yang jelas, sampai produk SUN selesai ditawarkan pihaknya akan melakukan evaluasi termasuk dari masukan mitra distribusi. 

“Kami akan rumuskan untuk tahun depan setelah nanti di awal November, kami akan bentuk investor gathering untuk hal tersebut,” kata Loto.

Di sisi lain, dalam tren yield yang melandai memiliki dampak positif terhadap negara. Sehingga pembayaran utang pemerintah akan semakin tipis.

Akan tetapi, Loto menerangkan investor sampai saat ini akan melihat alternatif investasi yang lain di tengah gejolak global. Dia berharap investasi yang masuk ke Indonesia bukan hanya obligasi pemerintah atau portofolio lainnya, melainkan investasi langsung atau foreign direct investment  (FDI).

Ada sejumlah upaya pemerintah dalam menerbitkan surat utang. Salah satunya, DJPPR akan melakukan kajian menggunakan kualitas data base investor yang telah terkumpul secara online. Dari sana pemerintah bisa mengetahui tren investor latar belakang apa saja, mitra distribusi mana yang akan paling laris.

Baca Juga: Mitra Keluarga (MIKA) batasi kontribusi pendapatan dari pasien BPJS hanya 40%

Loto mengaku sampai dengan penerbital SBN seri terakhir, investor milenial paling banyak, bahkan mencapai 50% dari total investor. Untuk itu pihaknya akan mengoptimalisasi penerbitan SBN ritel.

Upaya tersebut tertuang dalam rencana perluasan distributor SBN ke e-commerce di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Loto bilang, PMK tersebut masih dalam proses drafting. Jika tidak ada arah melintang, e-commerce akan resmi menjadi distributor pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Secara volume surat utang, Loto bilang kontribusi investor institusi lebih besar daripada ritel pada 2020. Tetapi dari sisi jumlah investor ritel diharapkan terus tumbuh. “Untuk surat utang denominasi valas sejauh ini belum ada perluasan yang pasti tahun depan akan ditekan, dengan menggenjot yang rupiah,” ujar Loto

Kalau dari sisi volume institusi yang lebih besar. Tapi minimal secara progress ritel akan meningkatkan, terutama dari jumlah investpr, tapi secara volume masih terbatas, ini sesuai yang masih terbatas.

Baca Juga: Suku Bunga Turun, Investor Memburu Sukuk Negara

Selain itu, upaya pemerintah meningkatkan kinerja SBN yakni lewat diaspora. Loto menyampaikan saat ini diaspora sedang dalam tahapan koordinasi dan bekerja sama dengan calon mitra distribusi.

Saat ini pemerintah sedang membuat kartu tanda pengenal untuk diaspora Warga Negara Indonesia (WNI) yakni dengan Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN) sebagai pengganti SID dengan target rilis awal tahun 2020.

Untuk tahun 2020, Loto mengaku pembiayaan obligasi pemerintah akan dialokasikan ke peningkatan kualitas SDM lewat pendidikan sesuai dengan strategi Presiden Jokowi. Namun, tidak menuntut kemungkinan akan merambah ke program prioritas pemerintah lainnya seperti pembiayaan infrastruktur. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×