Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fraksi PDI-P di DPR memastikan, mereka bakal menolak jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, sikap resmi Fraksi PDI-P ialah menolak perppu dan menyarankan penyelesaian polemik revisi UU KPK melalui judicial review di Mahkamah Konsitusi atau legislative review.
"Pandangan resmi kami di fraksi, sebaiknya tetap melalui judicial review dan legislative review," kata Hendrawan kepada Kompas.com, Selasa (8/10).
Baca Juga: JK: Perppu KPK jalan terakhir, masih ada jalan yang konstitusional
Perppu KPK, jika jadi Presiden terbitkan, memang akan langsung berlaku. Tapi, perppu itu tetap membutuhkan persetujuan DPR. Ini sesuai Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal tersebut mengatur dalam kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan perppu. Ayat berikutnya menyebutkan, peraturan tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut. Jika tidak, perppu itu harus dicabut.
Hendrawan menilai, tidak elok jika penyelesaian polemik revisi UU KPK ini harus lewat tarik menarik kepentingan politik. Jelas, akan lebih baik melalui proses uji materi di MK atau revisi ulang di DPR dan pemerintah.
"Sedikit memakan waktu, tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik-menarik kepentingan politik," ujar Hendrawan.
Baca Juga: Pemerintah tunggu hasil uji materi UU KPK
Semangat awal merevisi UU KPK yang telah belasan tahun diwacanakan, Hendrawan menjelaskan, awalnya KPK sebagai lembaga superbodi dinilai perlu check and balances. Maka, perlu ada dewan pengawas, dengan harapan bisa menjadi penyeimbang.
"Pada awalnya sebenarnya sederhana, yaitu harapan agar sebuah lembaga hukum dengan wewenang sangat besar, bahkan disebut sebagai superbodi, diawasi dengan tata kelola yang sehat. Itu sebabnya dibuat dewan pengawas," jelas Hendrawan.
"Jadi, KPK yang semula pakai sistem single tier (satu lapis) diganti dengan two tiers (dua lapis), agar terjadi proses check and balances secara internal," imbuh dia.
Baca Juga: Peneliti LIPI: Waktu paling tepat terbitkan Perppu KPK setelah pelantikan presiden
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena penyusunannya secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang bisa melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK dengan status ASN bisa mengganggu independensi. Pembentukan dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dianggap bisa mengganggu penyelidikan juga penyidikan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat lembaga antirasuah ini kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Baca Juga: Survei LSI: 76,3% responden setuju presiden terbitkan Perppu batalkan UU KPK
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu. Jokowi menyampaikan itu seusai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sikap Resmi, Fraksi PDI-P Menolak jika Jokowi Terbitkan Perppu KPK"
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Diamanty Meiliana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News