kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini sikap fraksi terhadap RUU KUP, tolak PPN sembako hingga pertimbangkan tax amnesty


Minggu, 19 September 2021 / 20:24 WIB
Ini sikap fraksi terhadap RUU KUP, tolak PPN sembako hingga pertimbangkan tax amnesty
ILUSTRASI. Ilustrasi pajak, tax Amnesty Jakarta (04/14). Kontan/Panji Indra


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengagendakan reformasi perpajakan lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Beleid yang mengusung metode omnibus law tersebut kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI. Kedua belah pihak berharap beleid tersebut bisa diundangkan di tahun ini, sehingga beberapa klausul bisa diimplementasikan pada 2022 atau 2023.

Hal ini sejalan dengan pipeline pemerintah yang harus menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2023 di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB). Sebab, sepanjang pandemi saat penerimaan pajak loyo, pemerintah diperbolehkan memperlebar ruang defisit lebih dari 3% dari 2020 hingga 2022.

Namun demikian, rencana kebijakan perpajakan dalam RUU KUP menuai banyak koreksi dari parlemen. Bahkan dari sisi penamaan RUU KUP saja akan diubah karena sejatinya beleid tersebut tak hanya mencakup KUP, tapi juga Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan cukai.

Setali tiga uang, DPR mengusulkan pilihan perubahan nama menjadi RUU tentang Harmonisasi Perpajakan, RUU tentang Perpajakan, RUU tentang Kodifikasi Undang-Undang Perpajakan, atau RUU tentang Ketentuan Perpajakan Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional dan Peningkatan Kinerja Penerimaan Pajak yang Berkelanjutan.

Baca Juga: Sri Mulyani beberkan alasan adanya rencana terapkan PPN sembako hingga pendidikan

Masukan tersebut tertuang dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU KUP dari Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI yang dihimpun Kontan.co.id. Lebih lanjut ada beberapa poin substansial yang menjadi masukan parlemen.

Terhadap usulan pemerintah untuk menggelar pengampunan pajak atau pengungkapan pajak suka rela dalam RUU KUP, Fraksi Gerindra menilai jika agenda tersebut digelar perlu jaminan pemerintah bahwa dapat meningkatkan penerimaan perpajakan dan rasio perpajakan, serta mampu mencapai target yang ditetapkan, dan tidak mengulangi kegagalan tax amnesty pada 2016-2017.

Sebab, pada tax amnesty 2016-2017 kurang maksimal dalam mencapai target. Karenanya hanya terdapat 956.793 wajib pajak yang ikut serta tax amnesty, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan WP wajib lapor Surat Pemberitahuan (SPT) yang mencapai 20,1 juta dari jumlah WP yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebanyak 32,7 juta.

Sementara, nilai harta yang diungkapkan sebesar Rp 4.854,63 triliun, yang berasal dari dalam negeri Rp 3.676 triliun dan luar negeri Rp 1.036 triliun. Namun nilai repatriasi pajak hanya sebesar Rp 147 triliun atau setara 14,7% dari target Rp 1.000 triliun.

Oleh karenanya, Gerindra menimbang mestinya pemerintah menegakkan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, ketimbang menggelar tax amnesty kembali. Sehingga, Gerindra menilai wajar jika pemerintah musti menjamin pengampunan pajak yang diusung dalam RUU KUP bisa efektif.

Di sisi lain, Fraksi Partai Golkar juga mengkaji bahwa perlu adanya formulasi tarif dalam program pengampunan pajak. Sebab, tarif yang terlalu tinggi berpotensi menurunkan minat partisipasi WP secara sukarela.

Fraksi PPP mengingatkan kepada pemerintah bahwa tax amnesty berpotensi menjadi moral hazard karena dikhawatirkan digunakan untuk sarana pencucian uang seiring adanya pemutihan harta yang sebelumnya tidak dilaporkan.

Selanjutnya DPR RI juga menyoroti penghapusan beberapa non-barang kena pajak (BKP) dan non-jasa kena pajak (JKP). Misalnya, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok.

Fraksi Nasdem menolak, karena kebijakan pengenaan pajak sembako sangat kontraproduktif dengan program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi. Hal ini mengingat masyarakat masih dihadapkan pada kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Sejal, Fraksi PKB menilai bahwa barang kebutuhan pokok tidak boleh dikenakan PPN, karena seharusnya sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya kepada rakyat demi kesejahteraan rakyat. PKB juga menolak adanya rencana pengenaan PPN terhadap jasa pendidikan dan jasa kesehatan dalam bentuk apapun.

Soal usulan tarif PPN 12% dari pemerintah juga mendapatkan penolakan dari Fransi Partai Golkar yang meminta agar besaran tarif sama dengan yang berlaku saat ini yakni 10%. Sebab, PPN adalah indirect tax, sehingga tax burden digeser ke konsmen. Pada akhirnya, hal tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat.

Tak hanya itu, usulan penambahan bracket tarif PPh Orang Pribadi sebesar 35% atas penghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun pun mendapatkan penolakan dari Fraksi Nasdem yang menilai terlalu besar. Dampaknya berpotensi menyebabkan larinya investor dan memberatkan pengusaha.

Baca Juga: DPR minta target penerimaan perpajakan tahun 2022 sebesar Rp 1.510 triliun

Di samping itu, Fraksi PKS mengusulkan adanya pasal baru dalam RUU KUP yang mengatur lebih lanjut untuk meningkatkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari yang berlaku saat ini Rp 4,5 juta per bulan menjadi Rp 8 juta per bulan.

PKS menilai, usulan tersebut sebagai penghargaan bagi WP orang pribadi yang selama ini patuh membayar pajak tetapi belum tersentuh insentif pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan RUU KUP merupakan bagian penting dari reformasi perpajakan untuk membangun pondasi perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel, dalam jangka menengah/panjang. Tujuannya untuk memperluas basis pajak,?menciptakan keadilan dan kesetaraan, penguatan administrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan.

Menkeu menekankan dalam penyusunannya, pemerintah telah melakukan serangkaian FGD dengan stakeholders untuk mendengarkan aspirasi masyarakat sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan dengan DPR dalam Panja RUU KUP.

“Pemerintah berharap melalui RUU perubahan kelima UU KUP ini pajak benar-benar hadir untuk mendukung rakyat dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional, serta mendukung penyehatan kembali APBN dengan defisit maksimal 3% pada tahun 2023,” kata Sri Mulyani pekan lalu.

Selanjutnya: Kabar gembira, diskon PPnBM 100% untuk mobil diperpanjang hingga akhir tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×