Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi dunia akan masuk jurang resesi di tahun 2023, seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan sebagian besar bank sentral di dunia secara bersamaan. Prediksi tersebut diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Melansir Kompas.com, pihaknya mengatakan, proyeksi resesi ekonomi di tahun depan mengacu pada studi Bank Dunia (World Bank) yang menilai kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi.
"Kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin (27/9/2022).
Tren kenaikan suku bunga tercermin dari bank sentral Inggris yang sudah menaikkan suku bunga sebanyak 200 basis poin (bps) selama 2022. Begitu pula dengan bank sentral Eropa yang sudah menaikkan 125 bps, serta bank sentral Amerika Serikat (AS) yang sudah menaikkan 300 bps.
Baca Juga: Industri Padat Karya Hadapi Ancaman Resesi Ekonomi Global
Apa itu resesi?
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), resesi adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk, yang terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Sedangkan melansir Forbes, (15/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selama resesi ekonomi, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.
Lantas, ketika terjadi resesi 2023, barang apa saja yang harganya naik atau turun drastis?
Baca Juga: Ekonom: Leaders Declaration KTT G2O Beri Dampak Positif pada Perekonomian Global
Jenis resesi
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, kenaikan berbagai sektor akan bergantung pada jenis resesi. Jika yang terjadi adalah demand recession, maka menurutnya dampaknya akan sebentar.
"Ada resesi yang sifatnya demand, terjadi karena selama pandemi ada kebijakan yang membuat jumlah uang beredar besar sekali," kata Eddy kepada Kompas.com, Kamis (17/11/2022).
"Kemudian pemerintah harus menaikkan suku bunga sekarang dan mengurangi jumlah uang beredar, maka terjadilah resesi. Jadi ada resesi yang alami dan cuma sebentar," sambungnya.
Namun, resesi yang dikhawatirkan adalah ketika menuju depresi. Misalnya, pertumbuhan ekonomi beberapa negara negatif. Menurutnya, hal itu bisa berlangsung lebih lama dan tentu saja akan berdampak pada berbagai sektor.
Sektor yang naik saat resesi
Sementara itu, Eddy menuturkan beberapa sektor juga akan bersifat defensif ketika resesi.
Sektor-sektor ini diprediksi akan mengalami kenaikan ketika resesi, seperti barang baku dan konsumen primer.
"Kemudian energi kemungkinan juga kemungkinan naik, kesehatan juga," ujar Eddy.
Sektor mengalami turun saat resesi
Ia menjelaskan, sektor-sektor yang turun saat resesi akan bergerak pada tiga kondisi, yaitu cyclical, defensif, dan stabil atau stagnan.
"Cyclical itu sangat sensitif terhadap perekonomian, jadi kalau perekonomian naik, dia ikut naik, kalau ambruk ikut ambruk," jelas dia.
Menurutnya, sektor properti jelas akan masuk kategori ini atau mengalami penurunan harga. Sebab properti bukan kebutuhan prioritas di saat-saat resesi.
"Kalau transportasi dan logistik saya kira juga cyclical, apalagi produk investasi kemungkinan menurun lah," ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Jadi Destinasi Investasi, dan UMKM-nya Jadi Rujukan Dunia
Sektor yang cenderung stabil
Eddy menjelaskan, sektor perindustrian ketika resesi akan tetap stabil, bahkan cenderung turun ketika terjadi resesi.
Selain itu, sektor konsumen non-primer, teknologi, dan infrastruktur juga akan tetap stagnan, karena cukup kuat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jika 2023 Resesi, Sektor Mana Saja yang Alami Penurunan dan Kenaikan?"
Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh
Editor : Rizal Setyo Nugroho
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News