kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini sejumlah bantahan Menkumham Yasonna Laoly terkait kontroversi RUU KUHP


Jumat, 20 September 2019 / 20:53 WIB
Ini sejumlah bantahan Menkumham Yasonna Laoly terkait kontroversi RUU KUHP
ILUSTRASI. RAKER PEMBAHASAN RUU PEMASYARAKATAN


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyatakan ada sejumlah pasal dalam rancangan undang-undang kitab undang-undang hukum pidana (RUU KUHP) yang menjadi perhatian publik.

Pertama, pasal terkait penghinaan presiden dan wakil presiden. Yasonna bilang, adanya pasal tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden bukan berarti membatasi hak berekspresi masyarakat. 

Sebab, yang dapat dipidanakan merupakan mereka yang menghina atau menyerang pribadi presiden dan wakil presiden, bukan mereka yang mengkritisi kebijakan presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Ada jam malam bagi perempuan, Kadin nilai RUU KUHP memberatkan wanita karir

Kedua, pasal tentang pembiaran unggas. Yasonna mengatakan, aturan ini sudah ada dalam KUHP lama. Adanya aturan ini dalam RUU KUHP karena sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian di sektor pertanian.

Bunyi pasal tentang pembiaran unggas adalah Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

"Di KUHP itu (KUHP saat ini) lebih berat sanksinya, kita buat lebih rendah, jadi jangan dikatakan mengkriminalisasi," ucap dia.

Ketiga, pasal tentang mempertunjukkan alat kontrasepsi. Yasonna mengatakan, pasal tersebut terdapat dalam pasal 414 yakni Setiap Orang yang secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Baca Juga: Hipmi nilai RUU KUHP tak pro bisnis dan banyak pasal kontroversial

Ia bilang, ketentuan ini untuk memberikan pelindungan kepada anak agar terbebas dari sex bebas. Terdapat pengecualian jika dilakukan untuk program KB, pencegahan penyakit menular, kepentingan Pendidikan, dan untuk ilmu pengetahuan. 

Kemudian, tidak dipidana jika yang melakukan hal tersebut adalah relawan yang kompeten yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. "Ancaman pidana jauh lebih rendah dibandingkan dengan KUHP yang berlaku," ucap dia.

Keempat, tentang perzinahan. Yasonna mengatakan, pasal tentang perzinahan telah ada dalam KUHP saat ini. Pasal ini merupakan delik aduan. Pengaduan dibatasi oleh orang-orang yang terdampak dan tidak dikaitkan dengan perceraian.

Kelima, pasal mengenai kohabitasi. Yasonna mengatakan, kohabitasi merupakan delik aduan dimana yang berhak mengadukannya dibatasi hanya suami, istri, anak, dan orang tua.

Jadi kalaupun dilakukan oleh pejabat desa, itu harus dengan izin tertulis orang tua, anak, istri, dan pengaduan dapat ditarik oleh yang bersangkutan. "Pengaduan dapat ditarik dan itu hukumannya 6 bulan jadi tidak bisa langsung ditahan. 6 bulan atau denda," ucap dia.

Keenam, terkait penggelandangan. Yasonna menyatakan, pasal ini ada dalam KUHP saat ini. Ia mengatakan, hukuman terkait pasal tersebut dalam draf RUU KUHP lebih ringan.

Baca Juga: Ini Dia Pasal-pasal Kontroversial di RKUHP premium

"Kita kenalkan dia hukumannya apa, dimungkinkan dengan hukuman kerja. Ditangkap gelandangannya disuruh kerja sama hakim. Ini kalau di hukum Belanda ini perampasan kemerdekaan, penjara. Kalau ini tidak, didenda atau disuruh kerja sosial, mengikuti latihan kerja which is tujuannya demikian," ujar dia.

Ketujuh, mengenai aborsi. Pasal mengenai sudah ada dalam KUHP saat ini. Namun, ancaman pidana dalam draf RUU KUHP akan lebih ringan dan tidak berlaku bagi korban perkosaan maupun karena alasan medik.

Kedelapan, mengenai korupsi. Yasonna menyatakan, dalam draf RUU KUHP, pasal ini terdapat pada pasal 603. Pasal tersebut, kata dia, membuat pejabat negara mendapat hukuman lebih berat dibanding orang yang bukan pejabat negara.

Baca Juga: Menkumham Yasonna Laoly: Orang bisa dipidana jika menghina pribadi presiden

"Jadi ini yang menjelaskan, bukan menurunkan, mengkoreksi, supaya lebih fair, supaya penyelenggara negara lebih berat hukumannya ketimbang rakyat biasa. Jadi melindungi pelaku yang tidak memiliki peran besar dalam tindak pidana korupsi dan memberikan ancaman yang lebih berat kepada pelaku yang memegang peran dalam pelaksanaan korupsi," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×