kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini sejumlah bantahan Menkumham Yasonna Laoly terkait kontroversi RUU KUHP


Jumat, 20 September 2019 / 20:53 WIB
Ini sejumlah bantahan Menkumham Yasonna Laoly terkait kontroversi RUU KUHP
ILUSTRASI. RAKER PEMBAHASAN RUU PEMASYARAKATAN


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

Kelima, pasal mengenai kohabitasi. Yasonna mengatakan, kohabitasi merupakan delik aduan dimana yang berhak mengadukannya dibatasi hanya suami, istri, anak, dan orang tua.

Jadi kalaupun dilakukan oleh pejabat desa, itu harus dengan izin tertulis orang tua, anak, istri, dan pengaduan dapat ditarik oleh yang bersangkutan. "Pengaduan dapat ditarik dan itu hukumannya 6 bulan jadi tidak bisa langsung ditahan. 6 bulan atau denda," ucap dia.

Keenam, terkait penggelandangan. Yasonna menyatakan, pasal ini ada dalam KUHP saat ini. Ia mengatakan, hukuman terkait pasal tersebut dalam draf RUU KUHP lebih ringan.

Baca Juga: Ini Dia Pasal-pasal Kontroversial di RKUHP premium

"Kita kenalkan dia hukumannya apa, dimungkinkan dengan hukuman kerja. Ditangkap gelandangannya disuruh kerja sama hakim. Ini kalau di hukum Belanda ini perampasan kemerdekaan, penjara. Kalau ini tidak, didenda atau disuruh kerja sosial, mengikuti latihan kerja which is tujuannya demikian," ujar dia.

Ketujuh, mengenai aborsi. Pasal mengenai sudah ada dalam KUHP saat ini. Namun, ancaman pidana dalam draf RUU KUHP akan lebih ringan dan tidak berlaku bagi korban perkosaan maupun karena alasan medik.

Kedelapan, mengenai korupsi. Yasonna menyatakan, dalam draf RUU KUHP, pasal ini terdapat pada pasal 603. Pasal tersebut, kata dia, membuat pejabat negara mendapat hukuman lebih berat dibanding orang yang bukan pejabat negara.

Baca Juga: Menkumham Yasonna Laoly: Orang bisa dipidana jika menghina pribadi presiden

"Jadi ini yang menjelaskan, bukan menurunkan, mengkoreksi, supaya lebih fair, supaya penyelenggara negara lebih berat hukumannya ketimbang rakyat biasa. Jadi melindungi pelaku yang tidak memiliki peran besar dalam tindak pidana korupsi dan memberikan ancaman yang lebih berat kepada pelaku yang memegang peran dalam pelaksanaan korupsi," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×