kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penjelasan lengkap Ditjen Pajak soal skema 4 tarif PPN dalam RUU KUP


Kamis, 02 September 2021 / 14:16 WIB
Ini penjelasan lengkap Ditjen Pajak soal skema 4 tarif PPN dalam RUU KUP
ILUSTRASI. Warga mencari informasi tentang pajak di portal www.pajak.go.id dengan telepon pintarnya di Jakarta, Selasa (24/11/2020).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah mengajukan rencana skema kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) yang terdiri dari empat tarif. Adapun ketentuan yang berlaku saat ini di Indonesia adalah tarif tunggal yakni sebesar 10%.

Rencana kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan, terkait dengan pengenaan multi tarif PPN, diharapkan dapat lebih mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Baca Juga: Pemerintah akan mengenakan tarif PPN jasa pendidikan sebesar 7%

“Sehingga golongan yang memiliki ability to pay atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu akan dikenai tarif yang lebih tinggi,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Kamis (2/9).

Lebih lanjut, empat tarif PPN yang diusulkan oleh pemerintah yakni, pertama general rate yakni tarif yang berlaku secara umum sebesar 12%. Pemerintah menyebut adanya kenaikan 2% atas tarif PPN yang berlaku saat ini merupakan kompensasi karena pemerintah telah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan.

Sejak tahun lalu tarif PPh Badan menjadi 22%, sebelumnya 25%. Kemudian sebagimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 terkait kebijakan keuangan negara akbibat pandemi virus corona, tarif PPh Badan akan diturunkan lagi menjadi 20% pada tahun 2022.

Toh pemerintah menilai, dengan tarif PPN baru, masih lebih rendah dibandingkan dengan rerata negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) sebesar 19% dan negara-negara seperti Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) sebesar 17%.

Kedua, lower rate PPN sebesar 5%-7% atas barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Tarif 5% rencananya diperuntukkan atas barang kebutuhan pangan dasar rumah tangga yang merupakan konsumsi paling besar masyarakat.

Kemudian, tarif 7% atas jasa tertentu untuk menjaga jasa terkait tetap berkualitas dan terjangkau. Misalnya jasa pendidikan dan angkutan penumpang.

“Terhadap BKP dan/atau JKP yang dikonsumsi masyarakat banyak diberikan tarif PPN lebih rendah dari tarif normal dan bagi masyarakat kecil dikompensasi dengan pemberian subsidi,” kata Neilmaldrin.

Ketiga, higher rate sebesar 15%-25% untuk barang yang tergolong mewah/sangat mewah seperti rumah dan apartemen mewah, pesawat terbang, dan yacht. Selain itu, tarif tersebut juga bakal berlaku bagi barang mewah lainnya seperti tas, sepatu, arloji, dan berlian.

Tujuan pemerintah mengajukan adanya higher rate PPN untuk memberikan keadilan atas barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat ekonomi kelas atas atau kaya raya.

“Pengenaan tarif akan lebih tinggi untuk konsumsi barang mewah atau sangat mewah, sedangkan untuk BKP dan/atau JKP tertentu seperti bahan pangan kebutuhan dasar rumah tangga dan jasa pendidikan akan dikenakan tarif lebih rendah,” ujar Neilmaldrin.

Baca Juga: Pemerintah usulkan 4 skema tarif PPN dari 1% hingga 25%

Keempat, final rate sebesar 1% bagi pengusaha atau kegiatan tertentu. Misalnya, pengusaha kena pajak (PKP) dengan peredaran usaha maksimal Rp 1,8 miliar per tahun cukup setor PPN 1% dari peredaran usahanya.

Ketentuan PPN Final juga dirancang untuk PKP dengan kegiatan usaha tertentu seperti produk pertanian karena tidak memiliki pajak masukan.

Di sisi lain, Neilmaldrin menyampaikan ketentuan mengenai BKB/JKP tertentu beserta tarifnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) sesuai dengan bunyi Pasal 44E RUU KUP.

“Sampai dengan saat ini, RUU KUP sedang dalam proses pembahasan bersama DPR serta seluruh pemangku kepentingan seperti asosiasi, akademisi, pengusaha, dan masyarakat lainnya,” ucap Neilmaldrin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×