Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah segera memasukkan Daftar Inventarisasi Masalah untuk Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan yang akan dibahas mulai pertengahan Februari mendatang. Salah satu kajian yang menjadi perhatian ialah pembentukan Bank Tanah.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A. Djalil mengatakan, prinsip keberadaan bank tanah tersebut ialah untuk memaksimalkan pemanfaatan tanah-tanah yang ada.
Sehingga, tidak ada lagi tanah menganggur dan tidak digunakan dan diterlantarkan. "Bank tanah nanti bisa mengontrol, sehingga tanah-tanah yang ada memberikan manfaat optimal dan tidak diterlantarkan begitu saja," kata Sofyan, Jumat (20/1).
Dalam usulan DIM yang akan dikirimkan ke DPR tersebut, Sofyan menyebut, nanti bank tanah berhak untuk mengambil izin hak tanah yang telah diberikan bila faktanya tidak dimanfaatkan. Bank tanah juga dapat melakukan lelang lagi izin yang telah dicabut tersebut kepada investor baru.
Semangat pembentukan bank tanah ini tidak lain ialah untuk memberikan kemakmuran kepada rakyat.
Saat ini, kementerian ATR/BPN tengah melakukan pemetaan jumlah tanah-tanah yang berpotensi dimasukkan dalam bank tanah tersebut.
Pembentukan bank tanah mengunakan payung hukum berupa Undang-Undang diperlukan lantaran lebih kuat dasarnya hukumnya. Sofyan bilang, persoalan pengambil alihan tanah ini sulit diimplementasikan bila hanya sebatas Peraturan Pemerintah (PP).
Sebelumnya, Staf Ahli Menteri ATR/BPN Himawan Arif mengatakan, bank tanah diperlukan untuk mengendalikan harga dan penguasaan tanah oleh sekelompok pelaku usaha. Menurutnya, banyak pelaku usaha yang menguasai tanah, sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah hanya sedikit yang mendapat akses untuk mendapatkan izin pemanfaatan lahan.
Adapun beberapa contoh sumber tanah yang dapat di masukkan dalam bank tanah antara lain lahan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan instansi yang tidak terpakai, tanah yang mengalami perubahan peruntukan, dan tanah dari proses pembebasan lahan.
Melindungi tanah adat
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Totok Daryanto mengatakan, adanya RUU tentang Pertanahan ini diharapkan dapat menjadi solusi persoalan yang berujung pada konflik sosial dan kerap terjadi di dalam negeri. "Selama ini UU No 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria sifatnya umum, dengan RUU Pertanahan ini ada aspek yang lebih khusus," ujarnya.
Catatan KONTAN, beberapa poin dalam draf RUU tentang Pertanahan ini antara lain terkait dengan hak ulayat masyarakat hukum adat. Dalam beleid ini, pemerintah sangat melindungi hak ulayat masyarakat hukum adat atas tanah di wilayahnya yang masih berlangsung sesuai dengan kriteria tertentu.
Pasal 10 dalam ketentuan ini berbunyi, "Pemberian hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai kepada badan hukum di wilayah masyarakat hukum adat dilakukan dengan syarat kegiatan usaha yang akan dilakukan mendukung kepentingan masyarakat hukum adat, memelihara lingkungan hidup dan pemberiannya dilakukan setelah memperoleh persetujuan tertulis dari masyarakat hukum adat bersangkutan".
Di bagian yang lain, draf RUU ini juga membagi hak atas tanah kedalam lima jenis, yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan. Untuk hak pakai, dibagi dalam dua kategori yakni hak pakai dengan jangka waktu dan hak pakai selama digunakan.
Terkait dengan peradilan khusus, dalam pasal 61 disebutkan bila dalam penyelesaian sengketa dibentuk pengadilan pertanahan yang berada di setiap ibukota provinsi. Wilayah hukum pengadilan pertanahan sebagaimana dimaksud meliputi provinsi yang bersangkutan.
Pengadilan pertanahan ini juga merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Pengadilan pertanahan bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara sengketa dibidang pertanahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News