kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini kata Refly Harun soal penyelidikan penyelenggaraan Formula E oleh KPK


Minggu, 14 November 2021 / 15:54 WIB
Ini kata Refly Harun soal penyelidikan penyelenggaraan Formula E oleh KPK
ILUSTRASI. Pakar hukum tata negara Refly Harun


Sumber: Warta Kota | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak bertindak sebagai auditor dalam kasus Formula E karena itu wilayah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lebih baik KPK memprioritaskan mengusut kasus-kasus yang sudah lebih jelas dugaan kerugian Negara dan siapa aktornya yang terlibat.

“Jadi, ini kok terkesan KPK seperti sedang melakukan audit sebuah kegiatan, bukan melakukan investigasi kasus korupsi. Soal audit itu kan ranahnya BPK dan setahu saya BPK sudah melakukan audit dan sudah ada hasilnya,” ujar pakar hukum tata negara Refly Harun kepada Wartakotalive.com, Sabtu (13/11).

Ketika ditanya kenapa KPK bertindak seperti itu, Refly mengatakan, “Ya jangan tanya ke saya. Tetapi jangan sampai memunculkan anggapan publik bahwa ini untuk incar Gubernur DKI. Saya ya tidak bisa membenarkan atau menyalahkan, namanya imajinasi publik, bisa muncul kapan dan apa saja.”

Menurut Refly Harun, KPK tentu menerima banyak laporan masyarakat terkait sejumlah kasus atau persoalan, baik yang memiliki indikasi korupsi maupun karena faktor lain.

Dalam keadaan seperti itu, mestinya KPK membuat skala prioritas kasus apa saja yang harusnya diselidiki lebih dulu.

Baca Juga: Ketua IMI Bamsoet: Sean Gelael ditantang Jokowi ikut Formula E 2020 di Jakarta

Kasus-kasus yang sebaiknya diprioritaskan KPK, kata Refly, antara lain bisnis tes PCR (polymerase chain reaction), kasus korupsi Bansos Covid-19, serta kasus korupsi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo 

“Mesti prioritaskan kasus-kasus itu. Seperti bisnis PCR, ada angka yang jelas, aktor yang diduga terlihat jelas,” kata Refly Harun.

Seperti diketahui, nilai keuntungan yang dinikmati beberapa perusahaan yang antara lain milik sejumlah menteri itu mencapai ratusan miliar rupiah, kata mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Agustinus Edy Kristianto.

Ketika ditanya apakah pengusuran kasus Formula E oleh KPK bermuatan politik, dengan berdiplomasi Refly mengatakan, “Politik kita sangat bergelindan dengan penegakan hukum. Ini yang membahayakan proses demokrasi kita. Karena lawan politik itu bisa dihabisi dengan proses hukum.”

Apalagi, katanya, kini KPK bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). KPK bisa sewaktu-waktu menetapkan orang menjadi tersangka, dan kemudian di-SP3.

“Ini dugaan spekulasi dan iminasi publik yang saya tidak bisa benarkan dan salahkan, kita inginkan 2024 itu fair Pilpresnya,” ujar Refly.

Calon potensial, katanya, jangan dihabisi dengan cara kasar. Tapi kalau memang korupsi ya silakan saja diproses. Kalau tidak ya jangan diada-adakan atau dicari-cari kesalahannya.

Baca Juga: Pakar hukum ini minta KPK hentikan pengusutan penyelenggaraan Formula E

“Sama ketika DPR beberapa waktu lalu lakukan angket terhadap KPK, kita tak tahu tujuan apa, pokoknya semua hal ditanya-tanya sampai kemudian keluar UU yang melemahkan KPK,” katanya.

Terkait hasil audit pendanaan Formula E, Kompas.com memberitakan, Pemprov DKI  menyatakan  seluruh rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penyelenggaraan Formula E sudah dituntaskan.

Dilansir dari keterangan resmi Pemprov DKI Jakarta dalam situs Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID), Rabu (29/9/2021), Pemprov DKI menyatakan sudah menindaklanjuti tiga rekomendasi BPK.

"BPK menyampaikan tiga rekomendasi, yang semuanya sudah di-follow up dan telah dinyatakan tuntas," tulis Pemprov DKI.

Rekomendasi pertama, tidak ada lagi dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan pelaksanaannya secara business to business (B to B).

"Jakpro akan menjalankan Formula E secara B to B murni, di mana tidak ada tambahan dana dari APBD lagi, di luar dana yang telah dikeluarkan," tulis Pemprov DKI.

Rekomendasi kedua yang disebut sudah dikerjakan yaitu pelaksanaan Formula E harus berkoordinasi dengan Formula E Operations.

Rekomendasi terakhir, Pemprov diminta membuat studi kelayakan ulang yang sifatnya harus menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19.

Kasus Formula E, KPK: Bisa Dihentikan Jika Tak Ada Tindak Pidana

Seperti diberitakan Kompas.tv, KPK menyatakan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ajang balap mobil listrik atau Formula E di DKI Jakarta akan dihentikan.

Demikian disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri. Ia menyebut kasus Formula E akan dihentikan bila tidak ditemukannya unsur pidana.

Baca Juga: Pembayaran commitment fee Formula E sesuai prosedur dan mendapat persetujuan DPRD

"Penyelidikan ini yang dicari adalah peristiwa pidananya dulu. Apakah ada atau tidak, kalau kemudian tidak ada (peristiwa pidananya) ya tidak dilanjutkan," kata Ali di Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Ali menjelaskan pada prinsipnya proses penyelidikan itu ialah mencari peristiwa pidana. Proses itu, kata dia, nantinya akan ditemukan saat pengumpulan data, informasi dan bahan keterangan.

"Nanti ketika mencari peristiwa pidana ini ada pengumpulan data, informasi, dan bahan keterangan," ujar Ali. KPK akan memanggil siapapun yang mengetahui terkait keseluruhan penyelenggaraan Formula E ini.

Salahi Prosedur Hukum

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyalahi prosedur paling dasar dalam penentuan dugaan pidana.

Terkait hal tersebut dirinya meminta KPK menghentikan pengusutan kasus Formula E.

“Begini, hal yang standar adalah dugaan pidanannya sudah harus ada, bukan baru dicari-cari. Jadi setiap tindakan penyelidikan itu diawali dengan asumsi pidananya sudah ada,” ujar Margarito pada Jumat (12/11/2021).

“Kalau anda mau menyelidiki sesuatu peristiwa hukum, di kepala anda peristiwa itu harus sudah memiliki aspek pidana, tinggal memperoleh bukti-bukti untuk menguatkan bahwa itu peristiwa pidana," ungkap Margarito.

"Bukan mencari-cari bukti untuk menemukan bahwa itu peristiwa pidana, jadi ini cara berpikir KPK amat terbalik, ini sangat salah,” lanjutnya.

Margarito melanjutkan, untuk pemberian commitment fee yang akhirnya pada dua tahun belakangan Formula E tetap tidak digelar di Jakarta, penyebab kegagalan penyelenggaraan tersebut bukan karena hal yang dalam kendali manusia. Pasalnya, dua tahun terakhir terjadi pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia.

Baca Juga: Datang ke KPK, Pemprov DKI dan Jakpro serahkan dokumen event Formula E

“Berkenaan dengan Formula E, KPK kan mesti tahu kalau Formula E (dua tahun) tak dilaksanakan itu kenapa? Sejauh yang saya mengerti kegiatan itu terhenti dan atau dihentikan karena hal yang berada di luar kendali manusia, yakni pandemi,” ungkap Margarito.

Margarito menegaskan, lantaran di luar kendali manusia, maka Pemprov DKI juga tidak bisa dimintai pertanggung jawaban.

"Karena hal yang menggagalkan peristiwa itu (Formula E) bukan hal yang disebabkan oleh manusia melainkan sebab alamiah yang nggak bisa diprediksi secara objektif. Akibat hukumnya adalah siapapun itu tak bisa dibebani tanggung jawab hukum,” ungkap Margarito.

Lalu terkait dana pinjaman bank yang digunakan, lanjut Margarito, apapun pinjaman tersebut akan membebani APBD dan apabila memang terjadi penyalahgunaan maka sistem keuangan daerah memiliki hak untuk menuntut ganti rugi ke penyelenggara.

"Itu juga harus didasari oleh temuan Badan Pemeriksa Keuangan," papar Margarito.

“Katakanlah dia sudah bayar commitment fee lalu peristiwanya nggak terjadi apakah itu salah? Sistem hukum kita bisa menuntut ganti rugi kepada penyelenggara melalui tim penuntut ganti rugi yang dibentuk Gubernur Sekda dan Inspektorat," lanjut Margarito.

 Dengan kondisi demikian, Margarito menyarankan KPK untuk menghentikan pengusutan Formula E karena nantinya juga akan mempengaruhi asumsi publik ke KPK, dimana publik akan menilai KPK sebagai alat politik golongan tertentu.

“Karena itu berhenti deh KPK ini, sehingga publik ini lantas menilai bahwa KPK ini disuruh siapa? Dia jadi alat politik siapa? Karena apabila ukurannya hanya untuk ramai, maka kurang ramai apa kasus PCR? Kurang ramai apa kereta cepat? Kenapa KPK diam seribu bahasa terkait kasus-kasus ini?,” tandas Margarito.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Kasus Formula E, Refly Harun Minta KPK Prioritaskan Usut Kasus PCR dan Korupsi Dana Bansos,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×