kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini dua poin utama dalam RUU Perpajakan


Kamis, 05 September 2019 / 19:21 WIB
Ini dua poin utama dalam RUU Perpajakan
Dirjen Pajak Robert Pakpahan


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan tengah diramu oleh pemerintah. Dalam pembahasannya, pemerintah berencana megalakkan pajak ekonomi digital.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan mengatakan, ada dua poin yang bakal dibahas dalam RUU tersebut tentang pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik.

Baca Juga: Ditjen Pajak tetapkan dalam keadaan kahar untuk Papua dan Papua barat

“Perlu adanya level playing field pemajakan atas transaksi perdagangan konvensional dan elektronik,” kata Robert dalam Konferensi Pers RUU Perpajakan,Kamis (5/9).

Adapun poin pertama mengatur pemungutan dan penyetoran Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 10% atas impor barang dan jasa tidak berwujud.

Kata Robert, saat ini hal itu dilakukan oleh konsumen atau pihak yang melakukan impor di dalam negeri dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Nah dalam RUU perpajakan terbaru tanggung jawab PPN tidak hanya kepada konsumen.

Pemerintah mengimbau Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) dapat menunjuk perwakilan di Indonesia untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas nama SPLN. Misalnya, PT Google Indonesia yang telah memberlakukan PPN sebesar 10% atas layanan Google Ads.

Baca Juga: Ditjen Pajak cabut pasal sanksi RUU Bea Meterai

Pemerintah juga menunjuk SPLN baik pedagang, penyedia jasa, maupun platform untuk memungut, menyetor, dan melapor PPN.

“Artinya SPLN yang tidak memiliki perwakilan di Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk membayar PPN karena juga mengambil profit dari Indonesia,” ujar Robert.

Robert menjelaskan, SPLN yang dimaksud adalah negara yang telah menjalin perjanjian penghindaran pajak berganda di mana saat ini berjumlah 69 negara. Di luar dari itu, pemerintah tetap mengejar SPLN dengan memberlakukan Pajak Penghasilan (PPh) atas kegiatan ekonomi di dalam negeri.

Baca Juga: RUU perpajakan akan turunkan PPh badan, ini kata pengamat pajak

Selanjutnya atau kedua, RUU ini juga mengatur pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan transaksi elektronik yang dilakukan di Indonesia oleh SPLN yang tidak memiliki badan usaha di Indonesia atau physical presence.

Dalam RUU menetapkan tarif definisi Badan Usaha Tetap (BUT) tidak hanya berdasarkan physical presence tapi juga berdasarkan significant economic presence atau SPLN yang mempunyai aktifitas jual-beli barang atau jasa di Indonesia .

“Tarif dan dasar pengenaan pajak sesuai ketentuan pajak penghasilan,” ujar Robert.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×