Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim kemarau di Indonesia yang bertambah panjang dan kuat membuat musim hujan datang terlambat tahun ini. Penyebabnya: fenomena kopel atmosfer lautan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, musim kemarau 2019 lebih kering dari musim kemarau 2018 dan acuan normal klimatologis selama 1981-2010.
"Meski begitu, tidak lebih kering dari kondisi musim kemarau tahun 2015, saat terjadi fenomena El Nino kuat pada waktu itu," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam siaran pers, Senin (30/12).
Baca Juga: BMKG prediksi tak ada kemarau panjang pada 2020
Tingkat kekeringan meteorologis juga tampak dari periode tanpa hujan lebih dari 3 bulan atau 90 hari yang cukup merata terjadi di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian besar Jawa.
Data BMKG menunjukkan, daerah Rumbangaru, Sumba Timur, mencetak rekor hari tanpa hujan terpanjang pada tahun ini, yakni mencapai 259 hari.
Musim kemarau tahun ini cenderung lebih panjang dari normalnya. Pada 2019, sekitar 46% dari 342 zona musim di Indonesia mengalami panjang musim kemarau sama, lebih panjang dua bulan dari normalnya.
Hingga 20 Desember lalu, musim kemarau masih berlangsung di Jawa Timur bagian Timur, sebagian besar Pulau Sulawesi, sebagian Kepulauan Maluku, Papua Barat, dan Papua bagian Selatan.
Baca Juga: Simak ramalan cuaca BMKG tahun 2020
Untuk tahun depan, BMKG memprediksikan, awal musim kemarau mirip dengan normalnya, sekitar April-Mei. "Tetap perlu diwaspadai wilayah yang mempunyai dua kali periode musim kemarau, seperti Aceh dan Riau," ujar Dwikorita.
Selama musim kemarau 2020, April-Oktober, curah hujan akan mirip dengan pola normalnya. Tapi, kondisi musim kemarau 2020 tidak akan sekering 2019 di sebagian besar wilayah Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News