kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini bantalan jika laporan untuk tax amnesty palsu


Rabu, 29 Juni 2016 / 19:55 WIB
Ini bantalan jika laporan untuk tax amnesty palsu


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Pemerintah tidak hawatir bila ada Wajib Pajak (WP) yang melaporkan asetnya lebih rendah dari yang seharusnya, dalam kebijakan pengampunan pajak. Mengingat, waktu pelaksanaan tax amnesty terbilang cukup singkat, yaitu hanya sembilan bulan saja.

Sehingga dengan waktu yang sempit itu tidak mungkin bagi pemerintah memverifikasi setiap aset yang dilaporkan. Pemerintah akan memproses semua aset yang dilaporkan dalam kebijakan ini, asal ada lampiran data pendukungnya.

Nah, untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah mengancam akan memberikan sanksi yang lebih besar, jika dikemudian hari diketahui nilai aset yang diajukan tidak sesuai. Menteri keuangan (Menkeu) Bambang Brojdjonegoro mengatakan, pihaknya akan menjatuhkan denda sebesar 200% dari selisih nilai aset.

Selain dikenai denda, atas aset tersebut WP diwajibkan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan tarif normal. Jumlah besaran denda itu sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Menurut Bambang, setelah pelaksanaan tax amnesty selesai pemerintah akan menghitung kembali semua aset yang telah dilaporkan. "Sembilan bulan kita terima saja, setelah itu kita kenakan penalti," ujar Bambang, Rabu (29/6) di Jakarta.

Memang, peluang manipulasi data itu sangat terbuka. Apalagi, fasilitas yang ditawarkan pemerintah melalui kebijakan tax amnesty cukup menggiurkan. Selain dibebaskan membayar denda atas pajak yang belum dilaporkan dalam dalam Surat Pemberitahuan (SPT), pemerintah juga memberikan tarif uang tebusan yang jauh lebih rendah dari tarif PPh yang diatur.

Apalagi, jika aset yang dilaporkan itu disertai dengan pengalihan aset dari luar negeri ke dalam negeri atau repatriasi. Namun, jika hanya melakukan deklarasi aset saja tarif uang tebusannya juga jauh lebih rendah dari tarif PPh normal.

Dalam beleid pengampunan pajak itu disebutkan pada periode terakhir pelaksanaan, pemerintah menetapkan tarif uang tebusan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 5% untuk yang melakukan repatriasi atau pengalihan aset. Sedangkan bagi yang hanya melakukan deklarasi atau pengungkapan aset diberikan tarif 10%.

Sebelumnya, untuk WP yang mengajukan pengampunan di tiga bulan pertama dikenai tarif uang tebusan 2% untuk repatriasi dan 4% untuk deklarasi. Sedangkan di tiga bulan berikutnya sebesar 3% untuk repatriasi dan 6% untuk deklarasi.

Kebijakan pengampunan pajak memang bisa dibilang sebagai fasilitas bagi WP untuk membersihkan asetnya, yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT. Apalagi, pemerintah tidak akan mempermasalahkan asal-usul aset tersebut apakah berasal dari tindahk kejahatan seperti pidana atau lainnya.

Pemerintah juga akan melindung semua data yang diterima pemerintah terkait permohonan pengampunan pajak itu dari masalah hukum. Karena, semua data tersebut tidak bisa dijadikan dasar dari semua proses hukum, baik penyelidikan atau penyidikan.

Bahkan, dalam beleid itu disebutkan secara tegas jika ada pejabat pemerintah atau petugas pajak yang membocorkan data tax amnesty diancam hukuman pidana lima tahun. Klausul ini berlaku tidak hanya terbatas aktifnya kebijakan tax amnesty.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×