kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini 7 masalah ekonomi yang belum diselesaikan SBY


Senin, 30 Desember 2013 / 15:05 WIB
Ini 7 masalah ekonomi yang belum diselesaikan SBY
ILUSTRASI. Promo Traveloka Medeka s.d 17 Ags 2022, Diskon Holiday Stays Sampai Rp770.000


Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Partai Hanura menilai pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum mampu menyelesaikan tujuh persoalan yang sangat krusial di bidang ekonomi.

Dalam catatan akhir tahun 2013 yang dibacakan oleh anggota fraksi Partai Hanura Erik Satrya Wardhana, tujuh persoalan itu merupakan tugas yang tidak mampu diselesaikan oleh pemerintah SBY diakhir masa jabatannya.

Tujuh persoalan itu adalah:

Pertama, kemiskinan dan pengangguran. Hanura menilai, masalah kemiskinan dan pengangguran merupakan dua mata rantai yang sulit dipisahkan.

"Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,62 persen pada Tri Wulan (TW) III tahun 2013, dibandingkan TW II tahun 2012 yang tumbuh 6,16 persen" kata Erik di Gedung DPR, Senin, (30/12).

Hal tersebut berdampak pada tingkat pengangguran yang melesat naik. Tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan sebesar 150.000 orang (0,11 persen) dari 7,24 juta orang (6,14 persen) pada Agustus 2012 menjadi 7,39 orang (6,25 persen) pada Agustus 2013 dan meleset dari target 5,8 persen APBN-P 2013 dan RPJM 2013 yang berada pada rentang 5,8-6,1 persen.

Kedua, belanja bantuan sosial masih rendah dan pengentasan kemiskinan juga dinilai telah gagal. Hanura memandang, belanja bantuan sosial yang mencapai angka sekitar 0,5 persen dari PDB tetap rendah berdasarkan standar global.

"Selain itu menuju 2014, lebih tingginya harga-harga dan lebih lambatnya pertumbuhan ekonomi akan menambah tantangan pengentasan kemiskinan," pungkas Erik.

Ketiga, buruknya ketahanan pangan nasional. Menurut Hanura, Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh besarnya potensi sumber daya alam yang berlimbah dan subur, namun ketergantungan terhadap komoditas impor pangan masih saja berlanjut.

Keempat, menurunnya kesejahteraan masyarakat. Ditinjau dari perkembangan angka gini rasio saat ini mencapai angka 0,41. Ditahun 2009 dan tahun 2010 angka gini rasio berada pada 0,36 Dan 0,38.

“Artinya telah terjadi ketimpangan pendapatan sebesar 0,41 yang menyebabkan tingkat kemiskinan masih tinggi serta angka pengangguran meningkat," tutur Erik yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Hanura di MPR.

Kelima, buruknya pengelolaan energi nasional. "Sumber daya energi (gas, batubara dan panas bumi) yang melimpah belum bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan Masyarakat," ucapnya.

Keenam, rapuhnya sektor nasional. Hanura melihat, selama lima tahun terakhir neraca perdagangan sektor perindustrian nasional mengalami penurunan tajam mengalami defisit terbesar yang mencapai US$ 21,505 juta.

Ketujuh, transportasi dan infrastruktur. Dalam bidang tranportasi, prinsip konektifitas belum terwujud dengan baik. Sementara, dalam bidang infrastruktur  sektor transport belum memuaskan. "Kualitas pembangunan jalan masih minim," keluh Erik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×