kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini 3 kepentingan AS di balik pencopotan Hadi


Senin, 05 Mei 2014 / 12:49 WIB
Ini 3 kepentingan AS di balik pencopotan Hadi
ILUSTRASI. Kode Redeem Genshin Impact 3.3 Desember 2022, Ini Daftar yang Masih Aktif


Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Bocoran Wikileaks tentang peran CIA serta intervensi IMF dan Bank Dunia dalam pencopotan Dirjen pajak Hadi Poernomo menuai polemik baru. Apa kepentingan asing di balik pencopotan Hadi Poernomo (HP) April 2006 silam?

"Ketika saya di DPR, saya sudah curiga dengan alasan penggusuran HP. Memang yang bersangkutan sudah lama menjadi Dirjen, jadi masuk akal kalau tujuannya regenerasi," kata Politisi PAN, Dradjad Wibowo kepada Tribunnews, Senin (5/5/2014).

Namun karena penggantinya, Darmin Nasution dalam hal usia juga tergolong senior, Drajad menduga regenerasi bukan alasan yang sebenarnya.

"Ada beberapa kasus yang hemat saya membuat membuat HP dimusuhi AS, Bank Dunia dan IMF," kata Drajad yang juga dikenal sebagai ekonom.

Pertama, seorang tokoh bisnis Amerika-Indonesia disidik kewajiban pajaknya. Ini karena selama 24 tahun berbisnis di Indonesia, yang bersangkutan tak punya NPWP. Namun Drajad enggan menyebut nama wajib pajak itu.

Kedua, ada beberapa warga Inggris dan AS yg sudah dan akan di-paksa badan pada waktu itu. Ketiga, ada perusahaan besar AS yg ditolak permohonan pajaknya oleh HP.

"Lalu setelah dia diganti, permohonan tersebut disetujui. Apakah kasus-kasus tersebut yang membuat dia digusur? Saya tidak tahu. Apakah kasus-kasus tersebut juga yang mendorong KPK menghukum dia? Entahlah," lanjut Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Menurutnya terkait hal ini, jika alasan penetapan HP sebagai tersangka adalah menyalahgunakan wewenang karena menyetujui permohonan keringanan atau penghapusan pajak, maka semua Dirjen Pajak harus menjadi tersangka.

Drajad mengatakan Dirjen Pajak diberi kewenangan oleh UU untuk memberi persetujuan tersebut. Bukan Menkeu, apalagi hanya sekedar penolakan dari bawahan (eselon 2) seperti yang disebut KPK.

"Setahu saya, semua 'DJP1' (Dirjen Pajak) pernah menjalankan wewenang ini. Apakah menggunakan kewenangan berdasarkan UU itu penyalahgunaan? Jujur saya tidak mudeng logikanya. Beda ceritanya jika KPK bisa membuktikan HP menerima uang dari BCA," urainya.

Drajad justru curiga pada penarikan kembali kasus pajak PT yang sudah P21 oleh Menkeu saat itu, yang disebutnya justru lebih menyalahi kewenangan.

"Sudah P21 di Gedung Bundar kok ditarik kembali ke Lapangan Banteng, lalu kewajiban pajaknya diturunkan, dan diselesaikan dengan Pasal 44B. Ini lebih jelas abuse of powernya. Petugas KPK sudah pernah menyelidikinya, tapi malah macet. Saya juga tidak mudeng lagi," kata Drajad.

Seperti diberitakan Wikileaks membocorkan kawat diplomatik rahasia berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, kemudian dilansir di laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014).

"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.

Sehari setelah Menkeu Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×