Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pada hari terakhir menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang juga adalah hari ulang tahunnya, Senin (21/4/2014), Hadi Poernomo mendapat "kado" penetapan dirinya sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini cerita di balik layar dari kisah lawas yang melatari penetapan status hukum Hadi ini.
Kasus yang menjerat Hadi merupakan kejadian lawas, terkait keberatan pajak yang diajukan PT Bank Central Asia, saat dia menjabat sebagai Dirjen Pajak di Kementerian Keuangan. Merujuk dokumen yang dibocorkan Wikileaks, "kado" Hadi ini ternyata bermula dari niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mereformasi birokrasi.
Namun, ada sosok Menteri Keuangan, saat itu dijabat Sri Mulyani Indrawati, yang mengambil porsi besar dalam rentetan "bersih-bersih" birokrasi tersebut. Dokumen yang dibocorkan Wikileaks kali ini dklaim sebagai kawat yang dikirim dari Jakarta ke seantero belahan bumi, tertanggal 29 April 2006.
Ringkasan dokumen ini bertutur bahwa pada 21 April 2006, Presiden SBY mengganti para pejabat yang sudah bertahun-tahun "bertahta" di Direktorat Jendral Pajak dan Bea Cukai di Kementerian Keuangan. Tak disebutkan bahwa Sri Mulyani merupakan "eksekutor" dari keinginan Presiden. Meski demikian, rentetan dari setiap rangkaian peristiwa dipaparkan di dalam dokumen itu dengan Sri Mulyani sebagai "bintang"-nya.
Dokumen bocoran Wikileaks menyebut pergantian Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai pada 2006 itu merupakan bentuk dukungan luar biasa besar Presiden terhadap Sri Mulyani. Tujuan perombakan dinyatakan sebagai wujud penegakan reformasi birokrasi, sekaligus memangkas praktik korupsi, menghapus kendala dari sektor pajak dan bea cukai atas arus investasi, dan merespons keluhan para investor.
Berdasarkan kawat yang berisi 14 poin tersebut, para investor dikabarkan menyambut gembira Keputusan Presiden Nomor 45/M/2006 tanggal 20 April 2006 itu. Apalagi, sosok pengganti kedua pejabat "senior" yang digusur itu pun sosok yang relatif tidak terkenal dan karenanya dianggap akan bisa diarahkan lebih baik oleh Menteri Keuangan.
Dari dua pejabat yang diganti, tentu saja Hadi adalah salah satunya, dan saat itu pun tepat pada hari ulang tahunnya. Dia dilengserkan dari jabatan Dirjen Pajak dan digantikan oleh Darmin Nasution, yang sebelumnya adalah Kepala Bapepam-LK.
Adapun Dirjen Bea Cukai yang diganti adalah Eddy Abdurrahman. Posisi tersebut kemudian diisi oleh Anwar Suprijadi. Pergantian ini memunculkan pula nama Fuad Rahmany sebagai pengganti Darmin sebagai Kepala Bapepam LK.
Pergantian ini terjadi hanya tiga hari setelah Sri Mulyani bertemu para donor di pertemuan musim semi tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu, Indonesia dianggap gagal menjalankan pesan reformasi yang menjadi syarat bantuan pada masa lalu. Kegagalan itu digarisbawahi terjadi terutama di administrasi pajak.
Negara-negara donor di kedua lembaga itu pun mendesak Sri Mulyani melakukan perombakan besar-besaran. Bila, kata mereka, Indonesia memang berniat meyakinkan para pemilik modal dan mendapatkan serangkaian leverage yang lebih besar.
Pada saat pergantian para pejabat, 26 April 2006, Sri Mulyani pun memaparkan soal visinya ke depan untuk mengambil peran ganda dalam penegakan hukum dan pelayanan publik lewat institusi pajak dan bea cukai. "Ada kekecewaan dan kekurang-percayaan pada sisi pelayanan publik," sebut dia saat itu.
Lewat sambutannya itu, Sri Mulyani meminta para pejabat baru untuk bekerja bersamanya secara sistematis, efektif, dan cepat. Di dalamnya termasuk soal perumusan kebijakan dan administrasi.
Selain itu, dia pun menegaskan Ditjen Pajak dan Bea Cukai harus meningkatkan layanan dengan memodernisasi kantor, memaksimalkan penggunaan teknologi infromasi, sekaligus meminimalkan kontak langsung antara petugas, baik di pajak maupun bea cukai, dengan masyarakat. (Palupi Annisa Auliani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News