kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Inflasi naik, LIPI prediksi BI rate capai 7% pada 2011


Rabu, 22 Desember 2010 / 15:43 WIB
Inflasi naik, LIPI prediksi BI rate capai 7% pada 2011


Reporter: Irma Yani | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pusat Penelitian Ekonomi (P2) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) pada 2011 nanti akan jauh berada diatas asumsi dalam Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN) 2011 yang dipatok sebesar 6,5%. P2 LIPI memperkirakan, BI rate akan ke level 7% tahun depan.


“Ada kemungkinan BI akan menetapkan bunga acuan diatas 6,5% mengingat tekanan inflasi cukup besar nantinya,” kata Widjaya Adi, Tim Peneliti P2 LIPI, dalam Outlook Ekonomi Indonesia 2011, Rabu (22/12).


Widjaya bilang, inflasi yang tinggi akan memaksa bank sentral menaikan suku bunga acuan. Naiknya BI rate bisa berdampak kontraproduktif pada perkembangan sektor riil. Apalagi, bank juga akan mengikuti jejak tersebut. “Maka kalangan dunia usaha dan pelaku bisnis akan berfikir panjang untuk melakukan pinjaman di bank lantaran bunga yang tinggi,” terangnya.


Selain itu, kenaikan BI Rate secara tidak langsung akan merangsang masuknya dana panas atau hot money ke dalam perekonomian nasional. Imbasnya, tekanan apresiasi nilai tukar Rupiah akan sulit dihindari yang pada gilirannya akan membuat daya saing produk ekspor Indonesia akan semakin menurun.


Dalam hitungan LIPI, laju inflasi akan berada pada kisaran angka 6,3% atau 1% lebih tinggi dari perkiraan pemerintah, 5,3% dalam asumsi makro APBN 2011. Salah satu alasan tingginya angka inflasi ini adalah persoalan ketahanan dan harga pangan. “Biasanya, tiga faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia adalah kenaikan harga beras, listrik, dan bahan bakar minyak (BBM),” kata Widjaya.

Pembatasan BBM bersubsidi dengan mengalihkan dari Premium ke Pertamax, cukup berkontribusi besar mendorong laju inflasi. Karena itu, LIPI enggan menilai bahwa stabilitas moneter tetap dapat terjaga.

Terlebih, ketahanan pangan juga merupakan persoalan besar dan cukup krusial di tahun depan. “Jika pemerintah tidak mencermati dan mulai mencari solusi untuk menetapkan kebijakan strategis, maka dampaknya akan lebih besar,” terangnya. Padahal, masalah pangan sudah terlihat saat ini, misalnya dengan adanya impor beras yang dilakukan pemerintah.

Widjaya bilang, selama ini kenaikan harga beras sangat mempengaruhi tekanan inflasi dalam negeri, kontribusinya sampai 60%. “kalau terjadi gejolak harga beras, maka inflasi dapat dipastikan akan terpengaruh. Sehingga, penting untuk menjaga stabilitas harga pangan, ditengah kemungkinan terjadinya gagal panen pada tahun depan,” tutur Adi.

Sebelumnya, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pun memprediksi hal yang sama. Sekretaris Jenderal ISEI Anggito Abimanyu mengatakan, tekanan inflasi akan berada pada level% 6,2-6,7% secara year on year (yoy). Kondisi ini dipengaruhi perubahan iklim yang tidak menentu yang berdampak pada ketahanan pangan dunia dan dalam negeri.

Dengan demikian, besarnya tekanan inflasi akan berdampak pada kebijakan BI yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya. “Prediksi kita, BI Rate kemungkinan akan dinaikkan, sedikit diatas kondisi saat ini, di 6,5% hingga 6,7%,” kata Anggito.

Sementara itu, Bambang Prijambodo, Direktur Perencanaan Ekonomi Makro Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) mengatakan, BI belum perlu menaikkan BI rate hanya untuk menekan inflasi. Menurutnya, bunga 6,5% masih cukup menjaga tekanan inflasi dengan stabilitas perekonomian.

Namun, Bambang mengingatkan, kebijakan untuk mempertahankan ataupun menaikkan BI rate tergantung pada beberapa hal. Salah satunya, progress atau perkembangan ekonomi dalam dan luar negeri.


BI juga tentunya mempertimbangkan tekanan inflasi dan kondisi nilai tukar mata uang rupiah. Sebab, BI memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas harga, inflasi, dan stabilitas nilai tukar.“Jika kondisi harga barang konsumsi masyarakat dapat dikendalikan, maka BI rate dapat tetap terjaga pada kisaran 6,5%,” terangnya.


Menurut Bambang, terlalu berisiko tinggi apabila BI menaikka BI rate di tengah perekonomian yang cukup kuat menjaga stabilitas tekanan inflasi. BI Rate dapat dinaikkan jika perekonomian tumbuh sangat kuat dalam waktu singkat, supaya tidak overheating.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×