kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -60,00   -0,37%
  • IDX 7.167   24,52   0,34%
  • KOMPAS100 1.045   4,88   0,47%
  • LQ45 815   2,85   0,35%
  • ISSI 224   0,76   0,34%
  • IDX30 426   1,90   0,45%
  • IDXHIDIV20 505   1,29   0,26%
  • IDX80 118   0,58   0,49%
  • IDXV30 120   0,61   0,51%
  • IDXQ30 139   0,24   0,17%

Industri Tekstil Hadapi Impor Dumping, Pemerintah Diminta Terbitkan Aturan BMAD


Kamis, 22 Mei 2025 / 07:46 WIB
Industri Tekstil Hadapi Impor Dumping, Pemerintah Diminta Terbitkan Aturan BMAD
ILUSTRASI. Pengunjung memperhatikan alat-alat industri tekstil dalam pameran Inatex dan Indo Intertex 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/4/2025). BKK-PII menyoroti lambannya kepastian regulasi terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk partially oriented yarn-drawn textured yarn.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), Sripeni Inten Cahyani menyoroti lambannya kepastian regulasi terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk partially oriented yarn-drawn textured yarn (POY-DTY). 

Hal ini disampaikan Sripeni menanggapi laporan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang menyatakan bahwa dua pabrik gulung tikar, dan investasi senilai US$ 250 juta (sekitar Rp 4 triliun, kurs Rp16.425) tertahan akibat belum diberlakukannya BMAD terhadap produk tersebut dari China.

Sripeni mengatakan, industri hulu seharusnya menjadi prioritas karena Indonesia mempunyai semua modal dasarnya. Yakni sumber daya alam yang melimpah, teknologi yang terbukti, dan sumber daya manusia yang kompeten. 

Baca Juga: Malaysia Hentikan Bea Masuk Anti Dumping, Ekspor Serat Selulosa RI Berpotensi Naik

"Bahkan pengembangannya tidak selalu harus dimulai dari nol. Banyak industri yang ada saat ini bisa direvitalisasi dengan cepat jika ada kepastian dari pemerintah,” ujar Sripeni dalam keterangannya, Kamis (22/5).

Seperti diketahui, temuan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) semakin memperkuat kondisi nyata yang dialami industri. KADI sendiri telah melakukan penyelidikan selama hampir satu tahun dan menemukan adanya praktik dumping oleh eksportir asal China. 

Praktik ini tidak hanya memukul industri lokal. Tetapi juga menghambat realisasi investasi di sektor hulu tekstil yang semestinya bisa menjadi penggerak substitusi impor. 

Menurut Sripeni, BMAD bukan sekadar tarif, melainkan bagian dari strategi besar untuk menjaga kedaulatan industri nasional. Jika tidak ada perlindungan dari praktik perdagangan tidak adil seperti dumping, maka industri lokal akan terus terpuruk dan ketergantungan terhadap impor akan semakin tinggi.

Baca Juga: Dampak Penerapan Bea Masuk untuk Benang Terhadap Industri Tekstil

Sebab itu, pemerintah harus memberikan sinyal yang jelas. Karena investasi akan datang jika ada kepastian hukum dan arah kebijakan yang berpihak pada industri nasional. 

"Selama ini yang terjadi justru sebaliknya, industri yang sudah berjalan dipaksa berhenti, sementara pemain asing mendapat kemudahan luar biasa,” ungkap dia.

Sripeni juga mengingatkan bahwa visi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dan swasembada energi hanya bisa dicapai jika sektor industri hulu tekstil tumbuh signifikan. 

Apalagi Indonesia menjadi salah satu negara selain India dan China yang memiliki ekosistem tekstil lengkap dari hulu hingga hilir.

“Kita tidak bisa mencapai target ambisius itu kalau fondasi industrinya lemah. Jangan sampai yang sudah hidup justru dimatikan karena kalah bersaing akibat dumping, sementara investasi baru dari luar negeri terus difasilitasi tanpa melihat dampak jangka panjang,” jelasnya.

Sripeni turut menekankan pentingnya kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai bagian dari upaya perlindungan dan penguatan industri nasional. 

Baca Juga: Menakar Dampak Penurunan Tarif Bea Masuk, PPh dan PPN Impor Terhadap APBN

Ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada ekspor, tetapi juga memastikan kebutuhan dalam negeri dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

Sripeni mengingatkan bahwa Indonesia punya 280 juta penduduk, bonus demografi, dan kekayaan alam yang luar biasa. Jika kebijakan tidak mendukung, justru negara lain yang menikmati nilai tambahnya.

"Reindustrialisasi harus menjadi agenda nasional. Insinyur-insinyur kita sudah siap, tinggal diberi ruang dan kepercayaan,” pungkasnya.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, jika kepastian tersebut segera didapat, industri dalam negeri disebut mampu memproduksi tambahan 200.000 ton POY.

Produksi ini jauh melampaui kebutuhan impor tahun lalu yang mencapai 140.000 ton.

Baca Juga: Indonesia Stop Impor Beras, Setoran Bea Masuk Turun 5,8% di Kuartal I 2025

Program BMAD ini dapat dipandang sebagai salah satu langkah strategis yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan pembangunan kilang minyak terbesar di Indonesia.

"Artinya BMAD ini kan jadi salah satu cara yang juga sejalan dengan niat presiden prabowo untuk membangun kilang minyak terbesar di sini ya, yang memproduksi petrochemical complex yang ada di sektor hulu tekstil," ujar Redma.

Selanjutnya: Robert Kiyosaki: Depresi Ekonomi Adalah Peluang Terbaik untuk Jadi Kaya

Menarik Dibaca: 5 Rekomendasi Film Sedih Tentang Kisah Kakek dan Nenek Penuh Haru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×