Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
Target terdekat yang saat ini menjadi fokus Pemerintah adalah peningkatan bauran energi EBT dari yang saat ini sekitar 11% menjadi 23% di tahun 2025.
Upaya transisi ke energi bersih ini diharapkan dapat menjadi sinyal bagi seluruh pihak untuk mulai berinovasi dan beradaptasi ke metode maupun teknologi ramah lingkungan. Hal yang lebih penting lagi adalah untuk memperkuat ketahanan energi (energy security) di Indonesia.
Sektor keuangan juga berperan penting dalam memobilisasi pembiayaan transisi ekonomi hijau, contohnya melalui pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.
Di samping itu, penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara-negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.
Airlangga mengatakan, komitmen pendanaan dari negara-negara maju sebesar US$ 100 miliar per tahun yang seharusnya sudah dimulai sejak 2020, pada kesempatan di COP-26 di Glasgow kembali dipertegas dan tentu kita berharap kali ini akan terealisasi dalam bentuk aksi, tidak hanya narasi.
Baca Juga: Demi Mengikis Jejak Karbon Tahun 2050, Rusia Butuh Dana US$ 53,6 Miliar Per Tahun
Dengan begitu, Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi pengurangan emisi dunia, yaitu dengan mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” Airlangga.
Seminar nasional yang diadakan secara daring oleh Institut Teknologi Bandung yang bekerja sama dengan The Purnomo Yusgiantoro Center ini diadakan untuk menghasilkan masukan-masukan bagi pengembangan kebijakan ekonomi hijau di Indonesia.
Turut hadir dalam seminar tersebut diantaranya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Arifin Tasrif, Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, dan Chairperson The Purnomo Yusgiantoro Center Filda Yusgiantoro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News