kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia butuh kebijakan investasi yang aplikatif


Kamis, 02 Juli 2020 / 20:55 WIB
Indonesia butuh kebijakan investasi yang aplikatif


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kementerian dan lembaga agar meningkatkan pelayanan investasi untuk menjaring investasi dari perusahaan-perusahaan yang akan merelokasi pabriknya dari China disambut positif oleh pelaku usaha. Jokowi berharap dengan masuknya investasi tersebut dapat mendorong perekonomian di saat pandemi Covid-19.

Ada dua hal yang ditekankan Jokowi untuk menarik investasi dari perusahaan yang ingin melakukan relokasi, yakni mengenai ketersediaan lahan dan kemudahan perizinan.

Peneliti ekonomi Indef (Institute for Development of Economics and Finance) Enny Sri Hartati mengatakan, selain ketersediaan lahan dan kemudahan perizinan, juga perlu ada insentif lain yang ditawarkan. Dengan demikian Indonesia memiliki peluang yang sama dengan negara lain di mata investor.

Misalnya saja Vietnam yang memberikan kemudahan regulasi investasi, biaya ekspor yang lebih efisien, sampai infrastruktur yang dipersiapkan untuk mendukung industri. “Kalau kebijakan mereka itu bagus, kenapa kita tidak copy paste saja,” ujar Enny dalam keterangannya Rabu (1/7).

Baca Juga: HKI: Kawasan Industri Batang menarik untuk pelaku industri padat karya

Hanya saja, Enny menekankan, insentif tersebut harus bisa diterapkan oleh pelaku usaha. Jangan sampai kebijakan tersebut bagus di atas kertas tetapi ketika akan dieksekusi sulit untuk diapikasikan. “Sebenarnya kita sudah menyediakan insentif, namun seringkali sulit untuk diapilkasikan,” katanya.

Sebagai contoh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan bahwa di masa pandemi ini, pemanfaatan insentif oleh pelaku usaha baru mencapai 6,8% dan dianggap masih jauh dari optimal.

Hal ini terjadi karena masih menghadapi berbagai tantangan di tingkat operasional. Ia mengaku pemerintah terus mengkaji ulang bentuk pemberian insentif agar lebih tepat sasaran dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh pelaku usaha.

Oleh karena itu, kebijakan kemudahan berinvestasi sebaiknya dibuat fleksibel atau tailor-made. Sebab kebutuhan dari masing-masing perusahaan atau industri tentu berbeda-beda.

Seperti diketahui, ada sekitar 119 perusahaan dari berbagai industri yang akan hengkang dari China dan merelokasi ke negara lain, pemerintah sebaiknya melakukan pendekatan customer centric, dan mengkaji kebutuhan industri-industri yang berpotensi berinvestasi di Indonesia.

Baca Juga: Investor asing merelokasi pabrik ke Indonesia

Sebab, struktur biaya dan jenis pajak yang ditanggung oleh tiap-tiap industri berbeda hingga tidak bisa dipukul rata.

Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia harus meningkatkan kompetitifitasnya agar mampu bersaing menarik investasi dengan negara lain. Misalnya dari sektor lahan, Indonesia harus mampu memberikan harga yang lebih murah dari yang ditawarkan negara lain. Selain itu, Jokowi juga meminta pengurusan perizinan harus lebih cepat dari negara lain.

"Jangan sampai kita tidak mendapatkan perusahaan itu untuk mau masuk ke Indonesia. Jangan kalah dengan negara-negara lain," ujar Jokowi saat meninjau Kawasan Industri Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6).

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga telah membentuk Tim Satuan Tugas  (Satgas) khusus untuk memfasilitasi investor yang akan merelokasi investasi dari China.

Baca Juga: Bawa Investasi Rp 11,9 Triliun, Tujuh Investor Asing Merelokasi Pabrik ke Indonesia

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, Satgas tersebut ditujukan untuk 'menjemput bola’ perusahaan-perusahaan yang akan melakukan relokasi investasi, agar tertarik masuk ke Indonesia. ''Saya buat Satgas di bawah pimpinan saya langsung," kata Bahlil.

Tim Satgas tersebut memiliki tiga tugas khusus. Pertama, mendeteksi perusahaan-perusahaan yang akan melakukan relokasi. Kedua, mengecek kemudahan-kemudahan yang diberikan negara-negara lain.

Ketiga, memberi kewenangan kepada mereka untuk membuat keputusan dalam bernegosiasi. "Itu penting diberikan agar cepat jalannya,” tegas Bahlil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×