Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia akan berutang sebesar Rp 900,4 triliun pada periode semester II-2020. Sebagian besar utang ini untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) baik di bidang kesehatan, sosial, maupun ekonomi dan keuangan.
Besaran rencana utang itu diterbitkan sebagai strategi utama menutupi pembiyaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 sebesar Rp 1.039, 2 triliun. Defisit anggaran tersebut setara 6,34% dari produk domestik bruto (PDB).
Penerbitan utang nantinya melalui Surat Berharga Negara (SBN) yang akan dipenuhi melalui beberapa cara. Pertama, lelang dipasar domestik. Kedua, penerbitan SBN ritel sebanyak Rp 30 triliun-Rp 40 triliun.
Baca Juga: Bunga utang pembiayaan program percepatan ekonomi nasional mencapai Rp 665 triliun
Ketiga, penerbitan SBN skema khusus ke Bank Indonesia (BI). Keempat, private placement. Kelima, penerbitan SBN valas.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan (DJPP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir optimistis bisa memenuhi kebutuhan utang negara. Untuk penerbitan SBN valas akan dilakukan melalui tiga jenis yakni denominasi dollar Amerika Serikat (AS), samurai bond, dan global sukuk atau dalam bentuk global syariah SBN.
Di sisi lain, Riko menyampaikan, total SBN sebesar Rp 900,4 triliun tentu tidak bisa diserap seluruhnya oleh pasar. “Rp 900,4 triliun kita bagi 12 kali lelang. Ada sekitar Rp 70 triliun-Rp 75 triliun dalam dua mingguan. Kalau tahun lalu, market kita hanya sekitar Rp 20 triliun-Rp 30 triliun untuk lelang dua minguan. Sehingga kita perkanalkan SBN skema khusus yang dibeli oleh BI,” kata Riko, Kamis (2/7).
Baca Juga: Berbagi Beban Biaya Krisis, Ini Skema Burden Sharing antara Pemerintah dan BI
SBN yang dibeli BI akan menggunakan skema burden sharing. Tujuannya untuk mengurangi beban bunga utang pemerintah. Dus, diharapkan BI dapat menanggung sebagian beban bunga yang timbul.
Hitungan Kemenkeu, dengan asumsi market rate 7,36%, beban bunga utang dari penerbitan utang di semester II-2020 yakni sebesar Rp 66,2 triliun per tahun. Sesuai dengan skema burden sharing, BI akan menanggung Rp 35,6 triliun atau setara 53,9% dari total beban bunga utang.
Adapun skema burden sharing pemerintah dan BI mengarah pada empat kebijakan pemerintah dalam merespons dampak Covid-19. Pertama, public goods berupa kesehatan, perlindungan sosial, dan biaya sektoral, kementerian/lembaga (K/L), serta pemerintah daerah (Pemda) ditanggung 100% oleh BI.
Kedua, non-public goods yakni usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan dengan diskon 1% dari bunga acuan BI 7Days Repo Rate (BI7DRR). Ketiga, non-public goods berupa korporasi dan UMKM menggunakan BI7DRR. Keempat, non-public goods; lainnya ditanggung pemerintah 100%.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menginformasikan untuk burden sharing terkait UMKM ada kemungkinan bisa ditanggung oleh pemerintan dan BI, tapi ini masih dalam pembahasan.
“Kalau sektor usaha kita berbicara lebih luas antara pemerintah dengan Bank Indonesia, karena ini kan ada sektor usahanya maka harus ada burden sharing,” ujar dia.
Baca Juga: Sentimen eksternal jadi penyebab lelang SUN lesu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News