kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks volatilitas melonjak tajam akibat Covid-19, BI: Negara-negara bertindak cepat


Selasa, 28 April 2020 / 19:54 WIB
Indeks volatilitas melonjak tajam akibat Covid-19, BI: Negara-negara bertindak cepat
ILUSTRASI. Gedung kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia menyebabkan tekanan yang besar pada pasar keuangan global. Menurut Bank Indonesia (BI), ini salah satunya tercermin dari lonjakan tajam Volatility Index (VIX).

Bank sentral mencatat, sebelum ada wabah Covid-19, VIX berada di level 18,8. Setelah pandemi ini menyebar, indeksnya sempat meningkat tajam menjadi 83,2, walau per minggu lalu (14/4) VIX sudah berada di level 41,2.

"Kenaikannya bahkan sempat lebih besar bila dibandingkan pada saat krisis keuangan global pada tahun 2008 lalu," tulis BI dalam Buku Kajian Stabilitas Keuangan no. 34 edisi Maret 2020.

Baca Juga: Terganjal virus corona, Freeport Indonesia minta penyelesaian smelter ditunda 1 tahun

Kondisi ini tentunya tidak membawa pengaruh. Bahkan, menyebabkan gejolak pada pasar saham, pasar obligasi, dan pasar valuta asing (valas) di seluruh dunia. Meski begitu, BI mengatakan bahwa hal ini langsung direspons cepat oleh bank sentral negara-negara di dunia.

Seperti contohnya, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang merespon dengan memangkas suku bunga kebijakanya di kisaran 0% - 0,75% alias berada di level terendah sejak tahun 2015.

Tak hanya itu, The Fed bahkan juga melakukan injeksi likuiditas hingga mencapai US$ 700 miliar lewat pembelian Treasury Bond dan Mortgage Backed Securities. "Semangat kebijakan tersebut antara lain untuk meringankan beban industri keuangan, perusahaan, dan rumah tangga," tambah BI.

Tak ketinggalan, BI mengaku juga telah melakukan langkah kebijakan untuk menambah likuiditas dengan melakukan quantitative easing senilai hampir Rp 420 triliun dengan rincian: Stabilisasi nilai tukar rupiah dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 168 triliun, dari repo yang dilakukan bank-bank sebanyak Rp 55 triliun, dan dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar Rp 75 triliun.

Baca Juga: Kondisi keuangan global longgar di semester II-2019, BI: Ini dorong aliran modal

Tak berhenti sampai di situ, BI juga hadir kembali dengan penurunan GWM masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang ditaksir mampu menambah likuiditas di perbankan hingga Rp 102 triliun.

Selanjutnya, ada juga peniadaan pemberlakuan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudesial (RIM) terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah selama satu tahun yang ditaksir mampu menambah likuiditas hingga Rp 15,8 triliun rupiah.

Lebih lanjut, ada juga ekspansi operasi moneter lewat penyediaan term-repo kepada bank-bank dan korporasi dengan transaksi underlying SUN / SBSN dengan tenor hingga 1 tahun.

Baca Juga: BCA Life bayar klaim Rp 233,39 miliar di 2019

Selain AS dan Indonesia, banyak juga negara-negara baik maju dan berkembang yang juga telah menggelontorkan berbagai kebijakan ultra akomodatifnya baik dari sisi fiskal maupun moneter untuk menghalau dampak negatif lebih lanjut dari Covid-19.

Usaha-usaha inilah yang akhirnya membuat VIX berangsur-angsur menurun, meski belum bisa kembali ke posisi awal sebelum pandemi.

"Memang belum bisa membaik ke indeks sebelum pandemi, tetapi penurunan ini sebagai tanda bahwa adanya dampak positif dari kebijakan yang telah ditempuh oleh negara-negara untuk menyikapi pandemi," tandas bank sentral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×