Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia tergolong ekspansif sepanjang Oktober 2018. Meski melambat menjadi 50,5 dari 50,7 pada bulan sebelumnya, Indonesia berada di ranking ketiga dengan indeks manufaktur tertinggi di antara negara ASEAN lainnya.
Nikkei dan IHS Markit mencatat, sepanjang Oktober memang terjadi penurunan pada sektor manufaktur secara regional di ASEAN. Namun, beberapa negara sanggup mempertahankan ekspansi dengan indeks di atas 50,0, antara lain Filipina, Vietnam, dan Indonesia.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman, aktivitas manufaktur dalam negeri memang masih cukup positif. "Daya saing kita cukup baik, kita juga memiliki perdagangan bebas dengan Jepang dan Korea yang kita manfaatkan semaksimal mungkin," ujar Ade kepada Kontan.co.id, Selasa (6/11).
Selain itu, "Relokasi industri dari kawasan Jabodetabek pada tahun 2013-2014 ke kawasan Jawa Tengah dengan membangun pabrik, melatih dan merekrut tenaga kerja dan sebagainya, mulai berbuah," lanjutnya.
Menurut dia, daerah memang memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi ladang investasi jika didukung dengan kebijakan dan insentif yang memadai.
Hanya, Ade melihat sistem Online Single Submission (OSS) menjadi penghambat geliat sektor industri manufaktur di daerah lantaran syarat-syaratnya yang banyak dan rumit.
"Syarat sertifikasi yang banyak ini menghambat proses bisnis. Harusnya pemerintah pusat serahkan saja ke daerah, biar mereka yang berkompetisi memberi layanan terbaik untuk menarik investor," terangnya.
Di samping itu, Ade juga berharap pemerintah terus mendukung dengan insentif-insentif yang mendukung sektor manufaktur, yang berkontribusi pada ketersediaan lapangan kerja dan berorientasi ekspor.
"Insentif tax holiday itu bagus, tapi harus ditinjau lagi sektornya apakah tepat sasaran ke sektor yang mempekerjakan rakyat dan berkontribusi pada ekspor," kata dia.
Dukungan kebijakan pemerintah menurut Ade, penting bagi sektor industri manufaktur untuk memanfaatkan optimisme internasional.
Nikkei dan IHS Markit sendiri menyatakan optimistis terhadap sektor manufaktur dan bisnis di dalam negeri seiring dengan tingkat produksi, harga penjualan, dan perluasan kapasitas yang meningkat.
"Jangan sampai kita hanya sebatas indeks, tapi secara faktual aliran investasi itu tidak masuk," pungkas Ade.
Selanjutnya, pemerintah juga perlu mengantisipasi sentimen politik yang berpotensi menghambat aliran investasi ke dalam negeri.
"Hembusannya sudah terdengar ke investor, ada potensi calon pemimpin selanjutnya anti-asing dan sebagainya. Ini kan membuat mereka lari," kata dia.
Ade juga menilai, Indonesia perlu menjadikan Vietnam sebagai acuan dan berkaca pada kemajuan industri manufaktur negara tersebut. "Kita butuh benchmark sebagai sesama negara emerging market dan keunggulan Vietnam itu bisa kita tiru," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News