Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan yang terkait dengan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Namun pada kenyataannya, meski jumlah penduduk miskin Maret 2016 menurun, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan justru meningkat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks kedalaman kemiskinan Maret 2016 sebesar 1,94, naik dari indeks kedalaman kemiskinan pada September 2015 yang sebesar 1,84. Walaupun menurun dibanding Maret 2015 yang sebesar 1,97.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan Maret 2016 sebesar 0,52, naik dari indeks keparahan kemiskinan September yang sebesar 0,51. Walaupun turun dibanding Maret 2015 yang sebesar 0,54.
Kepala BPS Suryamin menduga kenaikan indeks kedalaman dan keparahahan kemiskinan Maret 2016 dibanding September 2015 terjadi karena tiga hal. Pertama, karena garis kemiskinan di desa yang lebih tinggi dari di perkotaan. "Itu karena inflasi perdesaan lebih tinggi dari inflasi perkortaan," kata Suryamin, Senin (18/7).
Kedua, karena distribusi makanan dari kota ke desa yang jaraknya cukup jauh. Hal tersebut menyebabkan adanya margin dalam perdagangan yang lebih besar. Apalagi berdasarkan pengamatan BPS, banyak orang desa yang mengonsumsi makanan yang berasal dari kota
Ketiga, karena masyarakat perdesaan membeli barang-barang yang dipasarkan di kota dalam eceran. Hal tersebut menyebabkan harga yang diterima masyarakat perdesaan lebih mahal. "Itu juga menyebabkan inflasi perdesaan lebih tinggi dari inflasi perkotaan," tambah Suryamin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News