kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.950   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Indeks demokrasi melemah, pengamat harap revisi UU ITE bukan basa-basi


Selasa, 23 Februari 2021 / 12:09 WIB
Indeks demokrasi melemah, pengamat harap revisi UU ITE bukan basa-basi
ILUSTRASI. Warga masyarakat berpartisipasi membubuhkan cap tangan dalam kegiatan sosialisasi deklarasi Masayrakat Anti Hoax saat car free day di Jakarta, Minggu 97/1). ./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/07/01/2017.


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago berharap rencana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tak hanya basa-basi politik.

Revisi UU tersebut dinilai penting di tengah merosotnya indeks demokrasi Indonesia di tahun 2020 versi The Economist Intelligence Unit (EIU). Dalam laporan ini, Indonesia tercatat mendapatkan skor 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme; 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah; 6,11 untuk partisipasi politik; 4,38 untuk budaya politik; dan skor 5,59 untuk kebebasan sipil.

"Kita sangat berharap wacana presiden merevisi UU ITE tidak hanya sekedar basa-basi politik semata," ujar Pangi dalam keterangan pers, Selasa (23/2).

Baca Juga: Kapolri Listyo Sigit terbitkan SE soal UU ITE, ini isinya

Pangi menyebut Presiden Joko Widodo dapat segera melakukan intervensi untuk rencana revisi UU tersebut. Partai politik pun dapat dikerahkan di DPR dengan intervensi presiden melalui tokoh sentralnya.

Salah satu indikator mengenai tingkat demokrasi yang disampaikan Pangi adalah Freedom House. Lembaga tersebut memasukkan Indonesia dalam daftar negara yang demokrasi dalam persimpangan jalan karena mulai tersumbatnya kanal kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan mengadakan perkumpulan.

Pangi menegaskan sistem otoriter adalah sistem yang selalu curiga pada manusia dan kebebasannya. Kalau sistem demokrasi sebaliknya negara yang terus dicurigai dan diawasi ketat oleh manusia dan kebebasannya. "Era presiden Jokowi yang terjadi adalah fenomena negara over dosis curiga dengan pikiran-pikiran kebebasan rakyatnya," terang Pangi.

Baca Juga: Pemerintah resmi bentuk tim kajian UU ITE

Pasal karet dalam UU ITE disebutkan Pangi telah lama menjadi kekhawatiran masyarakat. Telah banyak korban jatuh akibat UU tersebut.

Padahal, tingkat demokrasi yang baik dinilai akan berpengaruh terhadap perekonomian. Termasuk juga dalam masuknya investasi di Indonesia. "Turunnya indeks demokrasi Indonesia jelas punya konsekuensi logis terhadap tingkat kepercayaan dunia untuk berinvestasi di Indonesia, terkait pinjaman dan lain-lain," jelas Pangi.

Pangi berharap kesadaran Jokowi terkait bahaya UU ITE tak hanya jadi dagelan politik. Oleh karena itu perlu tindak lanjut yang nyata untuk merevisi UU tersebut.

Selanjutnya: KPI tidak bisa menindak konten negatif di platform digital, ternyata ini sebabnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×