Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
"Bahan pangan tambahan selain beras dan telur dapat melihat kebutuhan KPM di daerah setempat, semisal di daerah Papua banyak Ikan segar dan sukanya Sagu, lalu di Nusa Tenggara Timur populernya Jagung atau di Jawa nyamannya tempe dan tahu," tambahnya.
Penambahan bahan pangan pada Program Sembako tersebut juga mendukung Program Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting).
Bahan pangan tambahan seperti sayur-mayur, buah-buahan, ikan segar, daging atau kacang-kacangan dapat diolah menjadi Makanan Pendamping ASI (MPASI).
Bahan pangan tambahan juga dapat meningkatkan varian gizi yang didapat oleh Ibu Hamil. Mensos berharap keluarga penerima manfaat (KPM) BPNT juga mendapatkan edukasi pemanfaatannya. Untuk itu, perlu kerja sama semua pihak agar program ini berjalan sukses.
Baca Juga: BPS: Gini Ratio September 2019 tercatat turun tipis ke 0,380
"Saya sampaikan kepada Bapak/Ibu yang hadir di forum yang penuh keberkahan ini memberikan sosialisasi dan edukasi dalam pemanfaatan Program Sembako. Supaya jangan sampai Rp. 150 ribu ini hanya terus saja dibelanjakan beras, bahan pangan lain juga diperlukan untuk dapat meningkatkan gizi KPM," kata Mensos.
Sementara itu, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung mengatakan Program Bantuan Pangan oleh Pemerintah telah lama dilakukan dan mengalami perjalanan yang cukup panjang.
"Hingga tahun 2020 merupakan Tahap Evolusi ke-VI, dimulai sejak tahun 1997 dalam bentuk Operasi Pasar Khusus (OPK) sebagai respon atas krisis ekonomi dan kemarau berkepanjangan pada waktu itu," jelas Andi.
Program OPK sendiri, dikatakan Andi berubah menjadi Subsidi Beras Miskin (Raskin) pada tahun 2002. Bantuan Raskin berupa 15 kg/KPM/bulan dengan biaya tebus Rp. 1.600,-/Kg.