Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah kembali memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 ke level 6,34% atau setara dengan Rp 1.039,2 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB).
Penambahan defisit APBN ini, sejalan dengan sanya tambahan stimulus untuk konsumsi, usaha kecil mikro dan menengah (UMKM), serta stimulus bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca Juga: Ada syarat NPWP dalam subsidi bunga kredit untuk UMKM, ini alasannya
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P. G. Talattov mengatakan, dikarenakan pemberian stimulus bagi BUMN dapat memberikan banyak dampak pada pelebaran defisit, maka ia mengimbau agar pemerintah bisa lebih berhati-hati dalam pelaksanaannya.
"Jadi pemerintah dalam pemberian stimulus khususnya ke BUMN memang perlu hati-hati, karena nanti akan ada komplikasi juga ke pelebaran defisit APBN yang sampai tiga tahun mendatang diperbolehkan lebih dari 3% terhadap PDB," ujar Abra di dalam diskusi secara daring, Rabu (10/6).
Menurut Abra, meskipun pemerintah ingin mendukung BUMN dengan memberikan stimulus, tetapi pemerintah juga perlu untuk melihat capaian ataupun kinerja BUMN terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam beberapa tahun terakhir.
Ia menjelaskan, apabila melihat rasio laba bersih BUN terhadap PDB nasional terlihat bahwa angkanya relatif selalu mengalami penurunan. Secara rinci, rasio laba bersih BUMM terhadap PDB di tahun 2014 adalah sebesar 1,5%, tahun 2015 sebesar 1,0%, tahun 2016 sebesar 1,4%, tahun 2017 sebesar 1,4%, dan tahun 2018 kembali menurun ke 1,0%. Selain itu, total ekuitas BUMN terhadap PDB juga relatif stagnan pada dua tahun terakhir.
Baca Juga: Bagikan dividen Rp 3,65 triliun, rasio dividen Bukit Asam (PTBA) capai 90%
Kemudian, berdasarkan data yang dihimpun dari PwC Strategy dan Analysis tahun 2014, kontribusi BUMN kontribusi BUMN Indonesia terhadap PDB nasional jumlahnya relatif kecil, yaitu hanya sekitar 1,3%. Berbeda dengan kontribusi Temasek atau superholding Singapura yang kontribusi terhadap PDB-nya sebesar 5%, serta BUMN China dengan kontribusi terhadap PDB-nya sebesar 3,1%.
"Ini menunjukkan bahwa memang kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional masih relatif masih tertinggal apabila dibandingkan dengan BUMN di negara lain," ungkapnya.
Begitu pula dengan kontribusi BUMN terhadap APBN yang dilihat melalui pajak, dividen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Apabila dilihat kontribusinya secara berurutan pada tahun 2015 adalah sebesar Rp 303 triliun, tahun 2016 sebesar Rp 309 triliun, tahun 2017 sebesar Rp 354 triliun, dan tahun 2018 sebesar Rp 422 triliun.
Baca Juga: DPR: Konsep klasterisasi BUMN perlu dijalankan dan dievaluasi satu tahun ke depan
Meskipun pada data terakhir kontribusi BUMN terhadap APBN meningkat cukup tajam, tetapi Abra menilai kontribusi di tahun ini akan menurun drastis. Hal ini sejalan dengan adanya pemangkasan dividen karena banyak BUMN yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
"Jadi kesimpulannya stimulus yang diberikan kepada BUMN ini memang harus dipenuhi kehati-hatian dari pemerintah, karena ini akan berdampak kepada pelebaran defisit APBN kita ke depannya," kata Abra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News