Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan sepanjang Januari hingga Oktober 2019 masih defisit sebesar US$ 1,79 miliar. Guna menekan defisit tersebut pemerintah diminta fokus menjaga kinerja ekspor komoditas andalan. Salah satunya ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan, kinerja ekspor CPO sangat mempengaruhi defisit neraca dagang. Maka itu, upaya memaksimalkan ekspor CPO harus terus dilakukan.
Baca Juga: Gapki: Ekspor minyak sawit Indonesia ke India naik 51% per September 2019
Nah, peluang menggenjot ekspor sawit bisa dilakukan lewat pembahasan prioritas negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA).
Menurutnya, pemerintah harus tetap menyertakan komoditas sawit dalam pembahasan IEU-CEPA. “Menurut saya, CPO harus ada di meja perundingan. Kalau alot, lebih baik ditunda dulu IEU-CEPA itu. Jadi lebih baik kepentingan CPO diutamakan, karena itu adalah salah satu komoditas unggulan yang sebenarnya bisa memenangkan banyak hal ketika IEU-CEPA berlaku,” ujar Bhima dalam siaran persnya, Kamis (21/11).
Bhima mengingatkan, pemerintah agar tidak terpengaruh dengan permintaan atau desakan pengusaha yang menginginkan agar proses negosiasi IEU-CEPA ini dipercepat dengan meninggalkan sawit dalam agenda pembahasan.
Baca Juga: Sawit Sumbermas optimistis bisnis sawit terdongkrak di 2020
Sebab, jika sawit tidak dimasukkan dalam pembahasan ini, Bhima meyakini, Indonesia akan banyak dirugikan. Sebaliknya, Eropa sangat diuntungkan dengan perjanjian tersebut. Volume ekspor ke Benua Biru yang diharapkan akan meningkat dengan pemberlakuan perjanjian dagang tersebut dipastikan tidak akan menjadi kenyataan.
Sebaliknya, Indonesia hanya akan dijadikan pasar produk-produk Eropa yang saat ini telah siap masuk Indonesia. Produk-produk peternakan, pertanian, hingga mesin pesawat terbang di antara produk yang siap menyerbu pasar Indonesia.
Jika demikian, lanjut Bhima, neraca perdagangan Indonesia-Eropa dipastikan akan defisit, khususnya di sektor pertanian. “Ini menjadikan kondisinya akan semakin buruk dibandingkan dengan sebelum perjanjian IEU-CEPA diberlakukan,” kata Bhima.
Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah Indonesia sangat berkepentingan memasukkan sawit sebagai komoditas utama yang akan dinegosiasikan dalam perjanjian IEU-CEPA.
Hal itu pun diketahui Eropa. Selama ini, Eropa diketahui tidak mau menyertakan sawit dalam lanjutan perundingan CEPA. Namun, semua tergantung sikap pemerintah apakah akan melanjutkan perundingan atau tidak.
Baca Juga: Harga saham sektor CPO masuk zona hijau, begini rekomendasi analis
Bila dilanjutkan, Bayu pun meminta pemerintah tetap memasukkan sawit dalam pembahasan perundingan IEU-CEPA. Menurutnya, sawit merupakan komoditas yang memiliki posisi tawar penting dalam perundingan ini. “Intinya sawit tetap perlu jadi bargaining point penting dalam perundingan dengan Eropa,” katanya.
Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia mengakui sawit sebagai komoditas strategis yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Selain Eropa, menurutnya, peluang ekspor CPO ke China juga terbuka lebar. Pasalnya, Negeri Tirai Bambu itu bakal mencari sejumlah komoditas alternatif asal Indonesia yang berpotensi mendongkrak ekspor.
Akibat perang dagang, industri di China bakal mencari sumber energi yang lebih murah dan batubara menjadi salah satu alternatif. Selain itu ekspor minyak sawit atau CPO juga berpotensi meningkat karena China bakal mengganti minyak kedelai yang selama ini diimpor dari Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Mahkota Group (MGRO) resmi akuisisi PKS, begini dampaknya ke bisnis perseroan
"Saya melihat bakal ada perbaikan kinerja ekspor di tahun depan, selain karena meningkatnya permintaan, harga komoditas diperkirakan bakal kembali membaik di tahun depan. Apalagi dua komoditas andalan Indonesia, CPO dan batubara. Tapi itu semua belum pasti juga karena ketidakpastian global cukup tinggi," kata Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News