Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai bencana yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra berpotensi memberikan tambahan tekanan terhadap inflasi nasional pada Desember 2025, melonjak dari inflasi November yang sebesar 0,17% secara bulanan (mtm), dan 2,27% secara tahunan.
Tekanan terutama datang dari jenis volatile food serta meningkatnya biaya distribusi logistik. Meski demikian, secara agregat nasional, dampaknya dinilai masih relatif terbatas.
Menurut Rizal, meski bencana di wilayah Sumatera terjadi menjelang akhir November, namun dampaknya ke harga pangan baru akan terasa pada Desember.
Baca Juga: Inflasi Sumatra Meledak Usai Bencana, Ekonom: Ini Force Majeure, Harus Out of the Box
"Memasuki Desember, gangguan infrastruktur, terhambatnya arus logistik pangan dan BBM, serta kelangkaan pasokan di daerah terdampak berpeluang mendorong inflasi bulanan meningkat dibanding November," ungkap Rizal kepada Kontan, Selasa (9/12/2025).
Meski begitu, Rizal memperkirakan kenaikan inflasi tahunan masih moderat dan tetap berada dalam rentang sasaran. Kontribusi wilayah terdampak terhadap inflasi nasional tidak dominan, sementara pasokan nasional juga masih ditopang oleh daerah lain.
Pada level regional, terutama di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, tekanan inflasi disebut cenderung lebih kuat dan tidak simetris. Menurutnya ketika distribusi mulai berjalan kembali di Desember dengan kondisi pasokan yang masih terbatas, inflasi bulanan berpotensi berbalik naik cukup signifikan, terutama pada komoditas pangan segar dan jasa transportasi.
"Dengan dinamika tersebut, inflasi tahunan di Sumatra berisiko bertahan di atas rata-rata nasional, meskipun sifatnya temporer dan sangat bergantung pada kecepatan pemulihan distribusi dan normalisasi pasokan," ungkapnya.
Ketika distribusi mulai berjalan kembali pada Desember dengan kondisi pasokan yang masih terbatas, inflasi bulanan berpotensi berbalik naik cukup signifikan, khususnya pada komoditas pangan segar dan jasa transportasi.
Baca Juga: Prabowo Siapkan 300 Dokter Magang untuk Penanganan Banjir
Dari sisi kebijakan, Rizal mengingatkan risiko utama yang perlu diantisipasi pemerintah bukan hanya lonjakan inflasi agregat, tetapi juga kenaikan tekanan biaya hidup rumah tangga terdampak serta potensi penyebaran tekanan harga ke wilayah sekitar.
Ia menilai pendekatan kebijakan yang terlalu bergantung pada bantuan tunai dapat kurang efektif apabila tidak dibarengi dengan pengamanan pasokan.
"Fokus kebijakan perlu diarahkan pada percepatan pemulihan logistik, penguatan operasi pasar dan distribusi cadangan pangan, serta optimalisasi peran TPID (Tim Pengamanan Inflasi Daerah) di daerah terdampak," ungkap Rizal.
Menurutnya, pendekatan berbasis pasokan ini krusial untuk memastikan tekanan inflasi Desember bersifat sementara, terkelola, dan tidak membebani stabilitas inflasi pada awal 2026.
Selanjutnya: Cara Mudah Menghitung Biaya Penyusutan Aset Bisnis agar Kondisi Keuangan Stabil
Menarik Dibaca: Main Kapan? Jadwal Timnas Indonesia U-22 vs Myanmar U-22 di SEA Games 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













