Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tidak merestui rencana impor Kereta Rel Listrik (KRL) bekas Jepang yang diminta PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Hal ini setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit terhadap rencana impor KRL tersebut.
Merespon hal ini, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan bahwa putusan tersebut masih akan didiskusikan lebih lanjut dengan Kementerian/Lembaga terkait.
"Pemerintah masih akan mencarikan solusi terbaik (terkait dengan rencana impor KRL ini)," kata Adita pada Kontan.co.id, Rabu (12/3).
Adita mengatakan bahwa Kementerian Perhubungan mendukung upaya PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dalam menggunakan sarana dalam negeri melalui penandatanganan MoU terkait pemesanan sarana baru dengan PT. INKA.
Baca Juga: Tak Ada Rekomendasi Impor KRL Bekas Jepang
Kata Adita, terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan peremajaan sarana KRL yang sudah akan memasuki masa pensiun. Sehingga ada keinginan KCI melakukan pembelian kereta impor bekas dari Jepang.
Meski begitu, dengan keluarnya hasil audit BPKP yang tidak merekomendasikan impor kereta bekas masih akan menjadi pertimbangan Kementerian Perhubungan ke depanya.
"Kementerian Perhubungan mendukung usulan Komisi V DPR RI untuk menindaklanjuti temuan BPKP tersebut," ungkap Adita.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan aasa BPKP menolak rencana impor kereta bekas karena dianggap tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional lantaran tidak mengutamakan tingkat komponen dalam negeri.
BPKP juga memberikan beberapa alasan teknis tidak merekomendasikan impor KRL bekas karena menemukan beberapa unit sarana yang masih bisa dioptimalkan penggunaannya oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Baca Juga: Pengamat Menilai Impor KRL Tetap Diperlukan, Tak Semua Kereta Bisa Diretrofit
Dia mengungkapkan, BPKP menemukan jumlah KRL yang beroperasi saat ini sebanyak 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang aktiva tetap diberhentikan dari operasi dan 36 unit yang dikonservasi sementara.
Dengan jumlah KRL tersebut, kata dia, memang terjadi overload pada jam-jam sibuk (peak hour), namun secara keseluruhan untuk okupansi KRL tahun ini masih 62,75 persen. Bahkan pada 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen.
Kemudian, BPKP membandingkan pada 2019 jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit dan mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sementara di 2023 dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta orang, jumlah armada yang ada sebanyak 1.114 unit.
"Jadi di 2023 jumlah armadanya lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News