Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai impor pada November 2019 meningkat dari bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor pada bulan tersebut adalah sebesar US$ 15,34 miliar atau meningkat 3,94% secara bulanan (mom) dari bulan Oktober 2019.
Kepala BPS Suhariyanto menyebut bahwa ini salah satunya disebabkan oleh peningkatan impor barang konsumsi. Impor barang konsumsi meningkat sebesar 16,13% mom dan bila dibandingkan dengan November tahun lalu, meningkat sebesar 16,28% yoy.
Baca Juga: Ini penyebab ekspor Indonesia terus mengalami kemerosotan
Menurut Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana, peningkatan impor barang konsumsi pada bulan November 2019 tersebut disebabkan oleh pola musiman, yaitu karena permintaan di akhir tahun yang meningkat menjelang libur sekolah, libur Natal, dan juga Tahun Baru.
"Jadi memang peningkatan permintaan di akhir tahun. Masyarakat kan membutuhkan barang-barang yang cenderung dalam jumlah banyak pada akhir tahun," kata Wisnu kepada Kontan.co.id, Senin (16/12).
Baca Juga: Ekspor Manufaktur Loyo di Pasar Global, Lemah di Pasar Lokal
Hal senada juga diungkapkan oleh peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi. Eric melihat bahwa kenaikan impor ini memang sudah ada dan sudah terjadi setiap tahun. Jadi, ini bukanlah hal yang baru lagi bagi kondisi ekspor Indonesia.
Sementara itu, BPS juga mencatat bahwa impor bahan baku dan barang modal cenderung mengalami penurunan dari November 2018. Penurunan untuk impor bahan baku sebesar 13,23% yoy dan barang modal turun 3,55% yoy.
Menurut Head of Danareksa Research Institute (DRI) Moekti Prasetiani Soejachmoen, impor barang modal dan bahan baku yang belum meningkat dari November 2019 lalu disebabkan masih banyak inventories yang ada pada produsen sehingga para produsen belum perlu mengimpor barang modal dan bahan baku.
Baca Juga: Produksi melorot, stok CPO Malaysia turun ke level terendah
Sementara untuk ke depannya, Moekti memprediksi bahwa kondisi global akan membaik pada akhir tahun. Hal ini juga ditandai dengan berkurangnya ketidakpastian global karena kesepakatan fase pertama (phase one) dari negosiasi dagang Amerika Serikat (AS) dan China serta ada kemenangan Partai Konsevatif Inggris dalam pemilu.
Oleh karena itu, ini juga sejalan dengan peluang untuk kondisi ekonomi global yang membaik termasuk kondisi ekonomi Indonesia. "Karena ketidakpastian akan menurun, jadi konsumen dan bisnis akan mulai bergerak. Maka dunia akan masuk ke tahun 2020 dengan lebih baik," tandas Moekti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News