Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menyelesaikan UU 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya, Kementerian segera membuat aturan teknis tentang tata cara pelaksanaan UU Cipta Kerja. Peraturan teknis tersebut dalam bentuk Rancangan Peraturan Menteri (RPM).
Sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 tahun 2021, peraturan pelaksana mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko wajib ditetapkan dalam kurun waktu dua bulan. Maka, Kementerian Perekonomian dan kementerian teknis lain perlu memfokuskan sumber daya menyelesaikan RPM.
Menurut Ahmad Redi, Direktur Eksekutif Koligium Jurist Institute, merujuk pada PP No. 5, terkait aturan teknis CIpta Kerja, fokus pemerintah dalam dua bulan ini adalah membuat RPM Perizinan. Redi mencontohkan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komimfo). Kerja sama antara over the top (OTT) dan operator telekomunikasi harus diatur secara rinci dalam RPM turunan dari PP Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar). Tujuannya agar Indonesia dapat menikmati keuntungan dari industri digital.
Redi berharap, RPM yang dibuat Kominfo dapat menjawab kekhawatiran Presiden Jokowi yang tak ingin Indonesia jadi korban perdagangan digital. “Sehingga nanti dalam membuat RPM menggenai kerja sama dengan OTT, Kominfo juga harus mendapatkan masukan dari Kementerian Keuangan. Tujuannya untuk mendapatkan pajak penghasilan dari perusahaan digital asing," imbuh Redi, yang juga sebagai salah satu anggota tim perumus UU Cipta Kerja, dalam keterangan tertulis, Senin (15/3).
Aturan mengenai persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi juga perlu didetailkan di RPM. Redi mencontohkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuat RPM tentang perizinan di bidang ESDM. Bukan RPM lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News