kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

ICW catat pengembalian kerugian negara dari perkara korupsi 2018 baru 8,7%


Senin, 29 April 2019 / 08:36 WIB
ICW catat pengembalian kerugian negara dari perkara korupsi 2018 baru 8,7%


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, pengembalian keuangan negara atas perkara pidana korupsi selama 2018 masih belum maksimal. ICW mencatat, jumlah kerugian negara yang diderita berdasarkan 1.053 putusan yang dikeluarkan pengadilan terhadap 1.162 terdakwa, adalah sebesar Rp 9,29 triliun.

"Dengan kerugian negara sebesar Rp 9,29 triliun, upaya pengembalian kerugian tersebut (mekanisme asset recovery), belum maksimal," ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhan dalam keterangan tertulis, Senin (29/4).

Pasalnya jika dibandingkan dengan besaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 805,04 miliar dan $ 3,01 juta, maka hanya sekitar 8,7% kerugian negara yang diganti melalui pidana tambahan uang pengganti.

Di sisi lain, pada tahun lalu hanya tiga terdakwa yang didakwa dan diputus dengan UU TPPU, yang menguatkan dugaan soal minimnya upaya penjeraan pelaku korupsi melalui mekanisme pemiskinan. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kondisi di 2017, dimana hanya empat terdakwa yang didakwa dan diputus dengan pasal pencucian uang.

Tapi, Kurnia bilang, pengembalian kerugian negara dapat juga dilakukan melalui mekanisme lain seperti penerapan gratifikasi, sesuai dengan Pasal 12B ayat 1 UU Tipikor.

"Pasal tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mekanisme asset recovery untuk perkara-perkara korupsi, di mana salah satu pendekatan yakni pembalikan beban pembuktian secara terbatas dapat digunakan untuk merampas harta-harta yang keabsahan perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pemiliknya," tambah Kurnia.

Pun pada 2018, penggunaan pasal gratifikasi banyak dilakukan oleh KPK, baik sebagai pasal dakwaan yang berdiri sendiri maupun yang diakumulasikan dengan pasal suap.

Kendati demikian, ICW tetap merekomendasikan masalah ini untuk menjadi perhatian karena data tersebut masih minim upaya penjeraan pelaku korupsi melalui mekanisme pemiskinan.

Kalaupun alternatif yang ingin ditempuh melalui penggunaan pasal gratifikasi Pasal 12B UU Tipikor, hal tersebut masih belum tergambar dalam temuan tren vonis perkara korupsi 2018 ini.

"Terbukti dari 1162 terdakwa hanya 26 terdakwa yang dituntut dan divonis dengan pasal gratifikasi dan/atau pasal gratifikasi dan suap," tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×