Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kalangan lembaga swadaya masyarakat mendesak polisi membebaskan Florence Sihombing yang ditahan dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, penahanan Florence tanpa prosedur yang sah.
Peneliti Senior ICJR Anggara mengatakan, penahanan Florence tersebut tanpa izin dan penetapan pengadilan. Menurutnya, sesuai pasal 43 ayat 6 UU ITE, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam 1 x 24 jam dalam melakukan penangkapan dan penahanan. "Ini berarti tanpa penetapan dari ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta maka penahanan Florence tidak sah," kata Anggara dalam siaran pers yang disampaikan kepada KONTAN, Senin (1/9).
Tanpa penetapan pengadilan, Anggara mengatakan, penyidik harus melepaskan Florence atas tuduhan pencemaran nama baik. Selain itu, Florence memiliki hak untuk mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP tentang tidak sahnya penahanan.
Kasus ini berawal dari postingan Florence di akun social media Path miliknya pada 27 Agustus 2014. Isi postingan tersebut telah memicu kemarahan masyarakat Yogya karena tidak terima dengan caci-maki Florence yang sebetulnya menyatakan isi hatinya atas peristiwa pendahulu di SPBU dekat Lempuyangan.
Florence lalu ditahan di saat memenuhi undangan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk memenuhi undangan klarifikasi. Tetapi, acara klarifikasi itu malah menjadi proses penyidikan dan pembuatan BAP saksi dan tersangka. Meski tidak menandatangani BAP, langsung dikenakan tahanan Polda.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai lembaga swadaya masyarakt menilai tindakan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta terlalu berlebihan mengingat Florence telah mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka melalui akun pribadi media sosial miliknya setelah sebelumnya mendapat kecaman keras dari berbagai pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













