Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan tarif cukai hasikl tembakau (CHT) atau cukai rokok naik 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 25% pada tahun depan.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/ PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Baca Juga: Penerimaan pajak terancam tidak mencapai target, Kemenkeu lakukan extra effort
PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) menilai sistem cukai rokok di Indonesia adalah salah satu yang paling rumit di dunia dan memiliki celah yang menyebabkan tujuan atas kenaikan cukai menjadi tidak optimal.
Direktur Urusan Eksternal HMSP Elvira Lianita mengatakan, pemerintah sekiranya perlu untuk memperbaiki struktur tarif cukai rokok sebelum memutuskan menaikkan tarifnya. Sebab, efektivitas kenaikan cukai rokok sepenuhnya tergantung pada sistem cukai rokok.
Misalnya, pada struktur tarif cukai rokok saat ini, masih ada celah bagi pabrikan-pabrikan multinasional besar untuk mengambil keuntungan dengan membayar tarif cukai rokok sangat rendah, yang seharusnya diperuntukkan bagi pabrikan rokok kecil untuk dapat bersaing.
“Aturan CHT di Indonesia paling rumit sedunia. Akibat adanya celah ini, pabrikan rokok multinasional besar akhirnya bersaing langsung dengan pabrikan rokok kecil,” kata Elvira dalam keterang resminya yang diterima Kontan.co.id, Senin (28/10)
Kata Elvira celah ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara. Sampoerna merekomendasikan pelaksanaan penggabungan batasan volume produksi rokok mesin guna menghilangkan celah ini agar persaingan usaha yang adil dapat terwujud sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara.
Baca Juga: Penjualan turun tipis, laba HM Sampoerna (HMSP) masih naik 5,26% jadi Rp 10,2 triliun
Namun demikian, Sampoerna berpandangan bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pembuat kebijakan cukai hasil tembakau, seyogyanya selalu berpedoman pada tujuan untuk menciptakan kepastian dan prediktabilitas usaha, serta menciptakan persaingan usaha yang adil bagi seluruh pelaku industri hasil tembakau di Indonesia.